Kamis, 29 Januari 2015

Waktu 17 tahun



Waktu itu umurku 17 tahun umur yang sangat muda bahkan boleh dikatakan masih anak-anak untuk mengetahui mengenai hubungan sex atau bersenggama, mendengar kata itupun aku tidak pernah dan memang sebelum kejadian itu aku tidak pernah tahu mengenai masalah sex apalagi berhubungan sex dengan lawan jenisku. Tetapi karena kejadian itulah yang menjadi awal hidupku dalam bersex, aku langsung melakukan, merasakan dan mengetahui hubungan sex dan kenikmatannya sampai sekarang.
Seperti hari-hari biasanya sepulang dari sekolah aku pasti langsung keluar bermain sehabis makan siangku, waktu itu aku dan dua teman laki-lakiku serta satu teman perempuan, sebut saja namanya Awal, Nono dan Ana pergi bermain ke rumah salah satu teman perempuan kami yang masih satu lorong dengan kami namanya Tari.

Pengalaman Pertama Seks


 - Tanah Sunda sudah dikenal dengan gadis cantiknya sejak dari dulu. Bahkan konon di jaman penjajahan Belanda banyak tuan-tuan pemilik perkebunan yang mengawini wanita Sunda di sekitar lokasi perkebunan untuk dijadikan istrinya. Aku mengenal Vitta dari hobi jalan malam di sekitar SM-Merdeka dan Siliwangi-Sukasari di Bogor.
Ketika sedang nongkrong di Wartel dekat pintu masuk Taman Topi ada wanita yang mondar-mandir didekatku. Dia mengenakan pakaian seragam sebuah pabrik. Kukira dia lagi nunggu temannya. Tidak lama kemudian ada seorang wanita lagi yang datang dan mendekatinya. Mereka bicara dengan suara keras dan nada tinggi seperti sedang memperdebatkan sesuatu. Aku tidak mau ikut campur dengan pembicaraan mereka. Toh aku juga tidak tahu ujung pangkalnya Cerita Seks Dewasa .
Setelah dilerai oleh Satpam, wanita yang datangnya belakangan akhirnya pergi dengan masih tetap memaki-maki wanita pertama dalam bahasa Sunda. Aku yang hanya sedikit tahu bahasa Sunda masih belum bisa sepenuhnya menangkap apa yang sedang terjadi di dekatku. Aku mulai tertarik dan memperhatikan mereka. Wanita pertama tadi hanya diam saja, meskipun raut mukanya menunjukkan kekesalan. Kudekati dan kutanya,
"Kenapa Teh, maaf kelihatannya lagi berantem. Apa sih masalahnya?"
"Nggak pa-pa kok. Dia menuduhku ada hubungan dengan suaminya. Padahal aku berhubungan dengan suaminya hanya sebatas urusan pekerjaan," katanya.
"Ya sudah, teteh kelihatannya masih kesal. Minum es dulu yuk biar tenang," kuajak dia untuk duduk minum di kafe yang banyak terdapat di sana.
Kami pesan es buah. Kutawarkan untuk makan tapi dia menolaknya.
"Terima kasih Aa. Saya teh sudah nggak ada nafsu makan dan lagian masih kenyang," katanya halus.
Akupun maklum saja. Mungkin setelah bertengkar tadi meskipun perut lapar jadi tidak ada selera makan. Setelah pesanan kami datang, ia mengaduk gelasnya perlahan-lahan dengan sendoknya.
"Sudah tenang sekarang. Kalau boleh tahu, apa sih masalah sebenarnya?" tanyaku Seks Dewasa Terbaru Dan Terpanas.
"Saya memang belakangan ini sering jalan dengan suaminya untuk urusan pekerjaan. Eh dianya cemburu ketika ketemu kami di Cibinong," jawabnya.
"Kan bisa dijelasin ama suaminya?"
"Sudah, tapi dia nggak terima. Dibilang saya gatel, wanita murahan dan lain-lainnya. Daripada saya ladenin, nanti jadi makin rame saya tinggal pulang aja ke kantor. Eh dia belum puas dan telpon ke kantor. Katanya tungguin nanti malam di Wartel sini agar bisa selesai. Sampai di sinipun saya masih dimaki-maki. Untung dilerai sama Satpam".
Akhirnya aku tahu dia bernama Vitta dan bekerja sebagai supervisor produksi di salah satu pabrik tekstil yang memang banyak terdapat di sekitar Cibinong. Rumahnya di sekitar Biotrop. Suaminya minggat dengan perempuan lain enam bulan lalu. Jadi statusnya sekarang menggantung. Janda tidak, bersuamipun tidak juga. Dia belum punya anak. Janda kembang gantung, pikirku. Badannya ramping cenderung kurus, kulitnya bersih dengan dada membusung di balik seragamnya. Ada keindahan tersendiri melihat seorang wanita dalam pakaian seragam. Eksotis.
Entah kenapa kalau ketemu wanita seringkali statusnya janda. Tapi sebenarnya akupun tidak mau merusak keperawanan seorang gadis. Bagiku berat bebannya. Lebih enjoy dengan janda atau gadis yang sudah tidak perawan. Tidak usah mengajari lagi.
"Aku mau pulang, tapi pikiranku suntuk. Dibawa tidurpun pasti nggak mau," katanya lagi.
"Kalau gitu kita jalan ke Puncak aja yuk. Menenangkan pikiran," ajakku.
"Boleh, tapi jangan kemalaman ya!"
"Nggak, kan rumahmu juga nggak terlalu jauh ke Puncak".
Aku mulai berpikir, pasti kami nggak akan kemalaman, paling-paling kepagian. Kamipun segera menghabiskan minuman dan segera berangkat ke Puncak. Sampai di daerah Cibogo, ia minta turun dan mengajak berjalan kaki menyusuri jalan raya. Para GM yang sedang menjerat mangsa menawarkan penginapan pada kami. Aku hanya menatap Vitta dan ternyata dia cuek aja dengan tawaran GM tadi.
Dinginnya udara Puncak mulai terasa. Ia mulai kedinginan dan mendekapkan kedua tangannya di dadanya.
"Dingin?" tanyaku.
Vitta hanya mengangguk saja. Sambil jalan kulingkarkan tangan kiriku pada bahu kirinya. Ia menggelinjang sedikit, sepertinya menolak pelukanku. Tapi tanganku tetap dibiarkan di bahunya. Bahkan tangan kanannya melingkar di pinggangku dan mencubitku. Aku menggerakkan pinggulku sedikit kegelian. Sampai di depan sebuah wisma kami berhenti.
"Masuk yuk!" ajakku.
"Mau ngapain. Katanya nggak sampai malam," jawabnya. Ada nada keraguan atau mungkin juga kepura-puraan.
"Ngapain aja terserah kita dong. Lagian kalau dua orang berbeda jenis masuk ke hotel ngapain?" pancingku.
"Tidur aja. Kamu merem, saya merem. Aman kan," katanya.
"Nggak mau. Kalau kamu merem aku melek, sebaliknya kalau kamu melek aku yang merem, supaya ada yang jaga," kataku melempar umpan semakin dalam.
"Ayo. Tapi kamu janji jangan macam-macam. Awas nanti," katanya mengancamku Terpanas 18+ HOT.
Dari suaranya umpanku sudah termakan. Tinggal tarik ulur tali saja agar ikannya tidak terlepas. Kami masuk ke dalam kamar. Kuperiksa sebentar kelengkapannya. Jangan sampai lagi tanggung room boy datang antar kekurangannya. Aku minta air putih saja untuk di dalam kamar. Meskipun udara dingin, aku yakin nanti pasti perlu minum. Vitta masuk ke dalam kamar mandi dan sebentar kemudian terdengar suara air yang keluar dari jepitan pintu gua. Wsshh dan tak lama suara guyuran air.
Aku keluar kamar, berdiri di teras kamar sambil melihat suasana. Sepi, karena memang bukan week end. Aku masuk lagi ke dalam kamar. Kebetulan Vitta pun keluar dari kamar mandi. Pintu keluar dan pintu kamar mandi berdekatan posisinya. Kupandangi wajah Vitta, kupegang tangannya dan dengan sekali tarikan ia sudah ada dalam pelukanku. Ia sedikit meronta, tapi rasanya hanya penolakan pura-pura.
"Jangan.. Jangan!"
Kalau memang dia tidak mau, pasti kami berdua tidak akan sampai ke kamar ini. Kucium bibirnya yang tipis. Lemas sekali bibirnya sehingga terasa kenikmatan mulai menjalar, meskipun ia belum membalas ciumanku. Kulepaskan lagi ciumanku dan kutatap matanya.
"Aku mohon.. Jangan.. Jangan. Jangan disini sayang!" Ia mengakhiri kata-katanya dengan menyerbu bibir dan mukaku kemudian menarikku ke ranjang.
"To, aku merasa kesepian dan kedinginan. Kamu mau berikan kehangatan?"
Rasanya terbalik pertanyaan itu. Mestinya aku yang tanya apakah dia mau bercinta denganku.
"Pasti. Kita akan sama-sama puas malam ini".
"Terima kasih To. Aku.. Aku..".
Sambil berkata begitu ia langsung mencium bibirku. Akupun langsung membalas ciumannya. Bibir kami saling berpagut, lidah kami saling mendorong dan menjepit saling sedot. Cukup lama kami menikmatinya. Bibirnya memang benar-benar terasa sangat lemas sehingga dapat kupermainkan dan kuputar-putar dengan mulutku.
"Ayo puaskan aku sayang.. Ah. Ah." suaranya hanya mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan daun telinganya.
Tangan kiriku mulai menjalar di pahanya. Kusingkapkan roknya, benar-benar mulus sekali pahanya. Kuremas-remas sampai ke pangkal pahanya. Ketika sampai di celana dalamnya, kutekankan jari tengahku ke belahan di tengah selangkangannya dan ku gesek-gesekkan.
"Ah sayang. Kamu nakal sekali".
Aku tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas halus buah dadanya dari luar. Tangannya pun tak mau ketinggalan memegang bahkan mencengkeram keras kejantananku dari luar. Terasa sakit tapi aku dapat menikmatinya.
"Kita tidak akan kemalaman sekarang, tapi kepagian," bisikku menggodanya.
"Biarin aja, saya besok shift siang jam 3".
Dengan ganasnya aku menciuminya, seperti seekor kucing yang sedang melahap dendeng. Tangannya bergerak ke bawah dan terus ke bawah. Ia membuka kancing bajuku dan melepasnya. Kini setiap jengkal tubuhku bagian atas tak luput dari ciumannya. Kemudian ia membuka resleting celanaku dan langsung mencengkeram penisku Seks Dewasa.
"Anto, punya kamu boleh juga. Tidak besar tapi keras sekali. Apa ada wanita lain yang pernah merasakannya?"
Pertanyaan itu lagi. Kenapa setiap wanita mau tahu apakah pria yang dikencaninya pernah tidur dengan wanita lain.
"Ada, aku bukan perjaka lagi," jawabku tenang, yang penting adalah apa yang terjadi sekarang ini. Dan lagi kelihatannya ia hanya sekedar bertanya tanpa mempedulikan jawabanku.
Belum selesai kata-kataku, ia telah mengocok dan kadang meremas kejantananku. Pintar sekali ia memainkan adik kecilku. Beberapa menit kemudian tegangan pada kejantananku sudah maksimal. Tiang bendera sudah tegak berdiri, siap untuk melaksanakan apel malam. Kudorong tubuhnya ke ranjang dan kemudian akupun langsung menerkam tubuhnya.
"Sabar sayang, buka bajunya dulu donk."
Kamipun membuka pakaian kami masing-masing. Setelah telanjang bulat, langsung kubaringkan ia. Kuciumi senti demi senti tubuh mulusnya. Dari atas ke bawah sampai kepada paha dalamnya. Kurenggangkan kedua pahanya. Tercium aroma khas yang dipunyai seorang wanita. Kurenggangkan labia mayora dan labia minoranya dengan jempol dan telunjukku.
"Ayo sayang.. Puaskan.. Aku.. Ya.. Ohh. Oohh." Kata-katanya terus meracau, apalagi ketika aku melahap habis biji kacangnya dengan mulutku, kadang kusedot, kuhisap, dan kugigit dengan lembut.
"Ah.. Ennak ssayang.. Kamu ppinnttarr. Ohh.. Oohh"
Aku sudah tidak mempedulikan kata-katanya. Aku makin asyik dengan mainanku. Kulepaskan mulutku dan kutindih dia. Kumasukkan jari tengah kiriku ke dalam lubang perlahan lahan. Tubuhnya meronta-ronta seperti orang kesetanan, kedua payudaranya bergoyang kencang. Aku pun meraih payudaranya itu. Dengan tangan kananku, kupelintir puting susunya yang sebelah kiri dan mulutku kini menggigit halus puting kanannya. Sementara jari kiriku tetap mengocok lubang vaginanya. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula ia meronta Cerita Seks Dewasa Terbaru.
Kuhentikan permainan tanganku dan kuarahkan kejantananku untuk memasuki liang kenikmatannya. Tanpa kesulitan aku segera menembus guanya. Terasa basah dan hangat. Kugerakkan pinggulku dan ia membalas dengan memutar pinggulnya dan menaik turunkan pantatnya mengimbangiku. Satu kakinya menjepit pahaku dan kaki lainnya dibuka lebar dan disandarkan ke dinding kamar. Kuciumi leher dan dadanya. Beberapa kali kugigit kecil kulit dadanya sampai meninggalkan bekas kemerahan.
"Ciumi leher dan pundakku! Aku sangat terangsang kalau dicium di situ," rintihnya.
Kuikuti kemauannya dan sampai akhirnya ia menggelinjang hebat, kedua tangannya mencengkeram keras kepalaku. Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekankan kejantananku dalam-dalam dan akhirnya ia mencapai orgasmenya. Ia terkulai lemas. Ditekan-tekannya pantatku ke bawah dengan tangannya Dewasa Terbaru Dan Terpanas 18+ HOT.
Kemudian aku turun dari tubuhnya dan membiarkannya beristirahat sebentar. Setelah napasnya pulih ia naik ke atas tubuhku dan mulai mencium bibir, leher dan telingaku. Mulutku menghisap kedua payudaranya. Terkadang kugigit putingnya bergantian. Ia hanya mengeluh merasakan nikmatnya. Beberapa menit kemudian ia sudah terangsang lagi.
"Ayo sayang. Aku sudah siap memuaskanmu di babak kedua.."
"Kita lakukan dengan berdiri," kataku berbisik di telinganya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk.
Kuangkat tubuhnya berdiri di samping ranjang. Kami masih saling berciuman dengan ganas. Ia kemudian mengangkat kaki kirinya ke atas ranjang, kudorong sedikit sampai ia mepet ke dinding kamar. Tangannya membimbing meriamku memasuki guanya. Pantatnya sedikit disorongkan ke depan dan perlahan lahan meriamku masuk, sampai..
Blesshh..
Semuanya sudah terbenam di dalam guanya. Oh hangatnya.
"Ayo sayang, goyang.. Sayang ohh.. Ohh"
Kedua tangannya memegang pantatku dan membantu gerakan pinggulku maju mundur. Rasanya nikmat sekali bercinta sambil berdiri. Badannya ia lengkungkan ke belakang sehingga meriamku dengan leluasa menobrak-abrik guanya. Pinggangnya juga bergerak-gerak mengimbangi gerakanku. Mulutku tetap melakukan aktivitas di bagian atas tubuhnya. Kadang berciuman, kadang menyedot dan mengulum putingnya. Cukup lama aku mengocoknya, akhirnya kupercepat kocokanku ketika kurasakan lahar panas akan keluar.
"Tin, oh.. Aku mau keluar. Di keluarin dimana nih ohh. Oohh".
"Tunggu sebentar. Aku juga mau keluar, ohh. Ooohh sama-sama ya sayang.. Ohh.. Di dalam aja nggak apa-apa. Ohh barengan yah."
Akhirnya kutumpahkan spermaku di dalam guanya. Aku mencapai klimaks duluan. Vitta tidak bisa mencapai klimaks yang kedua meskipun ia masih berusaha menggerakkan pantatnya maju mundur karena meriamku sudah berangsur-angsur melemas dan akhirnya terlepas sendiri dari dalam guanya.
Kami rebah berdampingan di ranjang. Ia memelukku dan menciumku. Kuakui wanita satu ini memang luar biasa. Tidak dengan setiap orang aku dapat melakukannya dengan berdiri. Aku sudah coba. Tapi dengan Vitta meskipun dia jauh lebih pendek dariku ternyata aku bisa melakukannya Cerita Seks Dewasa Terbaru DanTerpanas.
"Sorry Tin. Aku nggak tahan lagi. Nanti kita akan mulai lagi dengan santai dan saling menunggu sehingga bisa mencapai klimaks bersama-sama. Terima kasih ya sayang. Kamu benar-benar hebat."
"Nggak apa-apa. Aku sudah dapat duluan. Kamu juga hebat. Malam ini masih panjang. Kita tidak usah tidur sampai pagi supaya dahagaku terpuaskan".
Akhirnya sisa malam kami lalui dengan berpelukan. Ia tersenyum kemudian menciumku dan merebahkan kepalanya di dadaku. Malam itu kami masih melakukannya lagi tiga kali sampai pagi. Sekali kami lakukan di lantai beralaskan selimut. Ternyata ketika bermain di lantai kami bisa merasakan nikmat yang luar biasa. Gairah kami seakan-akan meledak sampai seluruh badan terasa sakit dan ngilu. Tetapi setelah mandi pagi gairahku kembali menyala dan aku masih sempat sekali lagi bergumul dengannya.
Kami pulang dengan membawa kepuasan dan rasa lelah yang luar biasa. Seharian kuhabiskan dengan tidur-tiduran. Bahkan aku tidak sempat makan siang. Setelah itu aku masih sempat dalam dua pertemuan merasakan kehebatannya bercinta dalam posisi berdiri. Akhirnya dia pindah kos dan aku kehilangan jejak

Tante Ani


Pada cerita sex dewasa ini bercerita tentang pengalaman temanku yang berhasil menikmati tubuh seorang tante girang bernama ani. Silahkan dibaca cerita dewasa tante girang selengkapnya dibawah ini.
Sejak setelah menikah, ibu tinggal di rumah kecil kami beberapa bulan sambil menunggu bangunan rumah baru mereka selesai. Lagi-lagi, rumah baru mereka tidak jauh dari bengkel ayah. Ayah menolak tinggal di rumah tante Tina karena alasan pribadi ayah. Setelah banyak process yang dilakukan antara ayah dan ibu, akhirnya bengkel tempat ayah bekerja, kini menjadi milik ayah dan ibu sepenuhnya.
Ayah pernah memohon kepada ibu agar dia ingin tetap dapat bekerja di bengkel, dan terang saja bengkel itu langsung ibu putuskan untuk dibeli saja. Maklum ibu adalah ‘business-minded person’. Aku semakin sayang dengan ibu, karena pada akhirnya cita-cita ayah untuk memiliki bengkel sendiri terkabulkan. Kini bengkel ayah makin besar setelah ibu ikut berperan besar di sana. Banyak renovasi yang mereka lakukan yang membuat bengkel ayah tampak lebih menarik.
Pelanggan ayah makin bertambah, dan kali ini banyak dari kalangan orang-orang kaya. Ayah tidak memecat pegawai-pegawai lama di sana, malah menaikkan gaji mereka dan memperlakukan mereka seperti saat dia diperlakukan oleh pemilik bengkel yang lama.
Kehidupan dan gaya hidupku & ayah benar-benar berubah 180 derajat. Kini ayah sering melancong ke luar negeri bersama ibu, dan aku sering ditinggal di rumah sendiri dengan pembantu. Alasan aku ditinggal mereka karena aku masih harus sekolah.
Ibu sering mengundang teman-teman lamanya bermain di rumah. Salah satu temannya bernama tante Ani. Tante Ani saat itu hanya 15 tahun lebih tua dariku. Semestinya dia pantas aku panggil kakak daripada tante, karena wajahnya yang masih terlihat seperti orang berumur 20 tahunan. Tanti Ani adalah pelanggan tetap salon kecantikan ibu, dan kemudian menjadi teman baik ibu.
Wajah tante Ani tergolong cantik dengan kulitnya yang putih bersih. Dadanya tidak begitu besar, tapi pinggulnya indah bukan main. Maklum anak orang kaya yang suka tandang ke salon kecantikan. Tante Ani sering main ke rumah dan kadang kala ngobrol atau gossip dengan ibu berjam-jam. Tidak jarang tante Ani keluar bersama kami sekeluarga untuk nonton bioskop, window shopping atau ngafe di mall.
Aku pernah sempat bertanya tentang kehidupan pribadi tante Ani. Ibu bercerita bahwa tante Ani itu bukanlah janda cerai atau janda apalah. Tapi tante Ani sempat ingin menikah, tapi ternyata pihak dari laki-laki memutuskan untuk mengakhiri pernikahan itu. Alasan-nya tidak dijelaskan oleh ibu, karena mungkin aku masih terlalu muda untuk mengerti hal-hal seperti ini.
Pada suatu hari ayah dan ibu lagi-lagi cabut dari rumah. Tapi kali ini mereka tidak ke luar negeri, tapi hanya melancong ke kota Bandung saja selama akhir pekan. Lagi-lagi hanya aku dan pembantu saja yang tinggal di rumah. Saat itu aku ingin sekali kabur dari rumah, dan menginap di rumah teman. Tiba-tiba bel rumah berbunyi dan waktu itu masih jam 5:30 sore di hari Sabtu. Ayah dan ibu baru 1/2 jam yang lalu berangkat ke Bandung. Aku pikir mereka kembali ke rumah mengambil barang yang ketinggalan.
Sewaktu pintu rumah dibuka oleh pembantu, suara tante Ani menyapanya. Aku hanya duduk bermalas-malasan di sofa ruang tamu sambil nonton acara TV. Tiba-tiba aku disapanya.
“Bernas kok ngga ikut papa mama ke Bandung?” tanya tante Ani.
“Kalo ke Bandung sih Bernas malas, tante. Kalo ke Singapore Bernas mau ikut.” jawabku santai.
“Yah kapan-kapan aja ikut tante ke Singapore. Tante ada apartment di sana” tungkas tante Ani.
Aku pun hanya menjawab apa adanya “Ok deh. Ntar kita pigi rame-rame aja. Tante ada perlu apa dengan mama? Nyusul aja ke Bandung kalo penting.”.
“Kagak ada sih. Tante cuman pengen ajak mamamu makan aja. Yah sekarang tante bakalan makan sendirian nih. Bernas mau ngga temenin tante?”.
“Emang tante mau makan di mana?”
“Tante sih mikir Pizza Hut.”
“Males ah ogut kalo Pizza Hut.”
“Trus Bernas maunya pengen makan apa?”
“Makan di Muara Karang aja tante. Di sono kan banyak pilihan, ntar kita pilih aja yang kita mau.”
“Oke deh. Mau cabut jam berapa?”
“Entaran aja tante. Bernas masih belon laper. Jam 7 aja berangkat. Tante duduk aja dulu.”
Kami berdua nonton bersebelahan di sofa yang empuk. Sore itu tante Ani mengenakan baju yang lumayan sexy. Dia memakai rok ketat sampai 10 cm di atas lutut, dan atasannya memakai baju berwarna orange muda tanpa lengan dengan bagian dada atas terbuka (kira-kira antara 12 sampai 15cm kebawah dari pangkal lehernya). Kaki tante Ani putih mulus, tanpa ada bulu kaki 1 helai pun. Mungkin karena dia rajin bersalon ria di salon ibu, paling tidak seminggu 2 kali. Bagian dada atasnya juga putih mulus. Kami nonton TV dengan acara/channel seadanya saja sambil menunggu sampai jam 7 malam. Kami juga kadang-kadang ngobrol santai, kebanyakan tante Ani suka bertanya tentang kehidupan sekolahku sampai menanyakan tentang kehidupan cintaku di sekolah. Aku mengatakan kepada tante Ani bahwa aku saat itu masih belum mau terikat dengan masalah percintaan jaman SMA. Kalo naksir sih ada, cuma aku tidak sampai mengganggap terlalu serius.
Semakin lama kami berbincang-bincang, tubuh tante Ani semakin mendekat ke arahku. Bau parfum Chanel yg dia pakai mulai tercium jelas di hidungku. Tapi aku tidak mempunyai pikiran apa-apa saat itu.
Tiba-tiba tante Ani berkata, “Bernas, kamu suka dikitik-kitik ngga kupingnya?”.
“Huh? Mana enak?” tanyaku.
“Mau tante kitik kuping Bernas?” tante Ani menawarkan/
“Hmmm…boleh aja. Mau pake cuttonbud?” tanyaku sekali lagi.
“Ga usah, pake bulu kemucing itu aja” tundas tante Ani.
“Idih jorok nih tante. Itu kan kotor. Abis buat bersih-bersih ama mbak.” jawabku spontan.
“Alahh sok bersihan kamu Bernas. Kan cuman ambil 1 helai bulunya aja. Lagian kamu masih belum mandi kan? Jorok mana hayo!” tangkas tante Ani.
“Percaya tante deh, kamu pasti demen. Sini baring kepalanya di paha tante.” lanjutnya.
Seperti sapi dicucuk hidungnya, aku menurut saja dengan tingkah polah tante Ani. Ternyata memang benar adanya, telinga ‘dikitik-kitik’ dengan bulu kemucing benar-benar enak tiada tara. Baru kali itu aku merasakan enaknya, serasa nyaman dan pengen tidur aja jadinya. Dan memang benar, aku jadi tertidur sampe sampai jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat. Suara lembut membisikkan telingaku.
“Bernas, bangun yuk. Tante dah laper nih.” kata tante.
“Erghhhmmm … jam berapa sekarang tante.” tanyaku dengan mata yang masih setengah terbuka.
“Udah jam 7 lewat Bernas. Ayo bangun, tante dah laper. Kamu dari tadi asyik tidur tinggalin tante. Kalo dah enak jadi lupa orang kamu yah.” kata tante sambil mengelus lembut rambutku.
“Masih ngantuk nih tante … makan di rumah aja yah? Suruh mbak masak atau beli mie ayam di dekat sini.”
“Ahhh ogah, tante pengen jalan-jalan juga kok. Bosen dari tadi bengong di sini.”
“Oke oke, kasih Bernas lima menit lagi deh tante.” mintaku.
“Kagak boleh. Tante dah laper banget, mau pingsan dah.”
Sambil malas-malasan aku bangun dari sofa. Kulihat tante Ani sedang membenarkan posisi roknya kembali. Alamak gaya tidurku kok jelek sekali sih sampe-sampe rok tante Ani tersingkap tinggi banget. Berarti dari tadi aku tertidur di atas paha mulus tante Ani, begitulah aku berpikir. Ada rasa senang juga di dalam hati.
Setelah mencuci muka, ganti pakaian, kita berdua berpamitan kepada pembantu rumah kalau kita akan makan keluar. Aku berpesan kepada pembantu agar jangan menunggu aku pulang, karena aku yakin kita pasti bakal lama. Jadi aku membawa kunci rumah, untuk berjaga-jaga apabila pembantu rumah sudah tertidur.
“Nih kamu yang setir mobil tante dong.”
“Ogah ah, Bernas cuman mau setir Baby Benz tante. Kalo yang ini males ah.” candaku. Waktu itu tante Ani membawa sedan Honda, bukan Mercedes-nya.
“Belagu banget kamu. Kalo ngga mau setir ini, bawa itu Benz-nya mama.” balas tante Ani.
“No way … bisa digantung ogut ama papa mama.” jawabku.
“Iya udah kalo gitu setir ini dong.” jawab tante Ani sambil tertawa kemenangan.
Mobil melaju menyusuri jalan-jalan kota Jakarta. Tante Ani seperti bebek saja, ngga pernah stop ngomong and gossipin teman-temannya. Aku jenuh banget yang mendengar. Dari yang cerita pacar teman-temannya lah, sampe ke mantan tunangannya. Sesampai di daerah Muara Karang, aku memutuskan untuk makan bakmi bebeknya yang tersohor di sana. Untung tante Ani tidak protes dengan pilihan saya, mungkin karena sudah terlalu lapar dia.
Setelah makan, kita mampir ke tempat main bowling. Abis main bowling tante Ani mengajakku mampir ke rumahnya. Tante Ani tinggal sendiri di apartemen di kawasan Taman Anggrek. Dia memutuskan untuk tinggal sendiri karena alasan pribadi juga. Ayah dan ibu tante Ani sendiri tinggal di Bogor. Saat itu aku tidak tau apa pekerjaan sehari-hari tante Ani, yang tante Ani tidak pernah merasa kekurangan materi.
Apartemen tante Ani lumayan bagus dengan tata interior yang classic. Di sana tidak ada siapa-siapa yang tinggal di sana selain tante Ani. Jadi aku bisa maklum apabila tante Ani sering keluar rumah. Pasti jenuh apabila tinggal sendiri di apartemen.
“Anggap rumah sendiri Bernas. Jangan malu-malu. Kalau mau minum ambil aja sendiri yah.”
“Kalo begitu, Bernas mau yang ini.” sambil menunjuk botol Hennessy V.S.O.P yang masih disegel.
“Kagak boleh, masih dibawah umur kamu.” cegah tante Ani.
“Tapi Bernas dah umur 17 tahun. Mestinya ngga masalah” jawabku dengan bermaksud membela diri.
“Kalo kamu memaksa yah udah. Tapi jangan buka yang baru, tante punya yang sudah dibuka botolnya.”.
Tiba-tiba suara tante Ani menghilang dibalik master bedroomnya. Aku menganalisa ruangan sekitarnya. Banyak lukisan-lukisan dari dalam dan luar negeri terpampang di dinding. Lukisan dalam negerinya banyak yang bergambarkan wajah-wajah cantik gadis-gadis Bali. Lukisan yang berbobot tinggi, dan aku yakin pasti bukan barang yang murahan.
“Itu tante beli dari seniman lokal waktu tante ke Bali tahun lalu” kata tante Ani memecahkan suasana hening sebelumnya.
“Bagus tante. High taste banget. Pasti mahal yah?!” jawabku kagum.
“Ngga juga sih. Tapi tante tidak pernah menawar harga dengan seniman itu, karena seni itu mahal. Kalo tante tidak cocok dengan harga yang dia tawarkan, tante pergi saja.”
Aku masih menyibukkan diri mengamati lukisan-lukisan yang ada, dan tante Ani tidak bosan menjelaskan arti dari lukisan-lukisan tersebut. Tante Ani ternyata memiliki kecintaan tinggi terhadap seni lukis.
“Ok deh. Kalo begitu Bernas mau pamit pulang dulu tante. Dah hampir jam 11 malam. Tante istirahat aja dulu yah.” kataku.
“Ehmmm … tinggal dulu aja di sini. Tante juga masih belum ngantuk. Temenin tante bentar yah.” mintanya sedikit memohon.
Aku juga merasa kasihan dengan keadaan tante Ani yang tinggal sendiri di apartemen itu. Jadi aku memutuskan untuk tinggal 1 atau 2 jam lagi, sampai nanti tante Ani sudah ingin tidur.
“Kita main UNO yuk?!” ajak tante Ani.
“Apa itu UNO?!” tanyaku penasaran.
“Walah kamu ngga pernah main UNO yah?” tanya tante Ani. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“Wah kamu kampung boy banget sih.” canda tante Ani. Aku hanya memasang tampak cemburut canda.
Tante Ani masuk ke kamarnya lagi untuk membawa kartu UNO, dan kemudian masuk ke dapur untuk mempersiapkan hidangan bersama minuman. Tante Ani membawa kacang mente asin, segelas wine merah, dan 1 gelas Hennessy V.S.O.P on rock (pake es batu). Setelah mengajari aku cara bermain UNO, kamipun mulai bermain-main santai sambil makan kacang mente. Hennesy yang aku teguk benar-benar keras, dan baru 2 atau 3 teguk badanku terasa panas sekali. Aku biasanya hanya dikasih 1 sisip saja oleh ayah, tapi ini skrg aku minum sendirian.
Kepalaku terasa berat, dan mukaku panas. Melihat kejadian ini, tante Ani menjadi tertawa, dan mengatakan bahwa aku bukan bakat peminum. Terang aja, ini baru pertama kalinya aku minum 1 gelas Hennessy sendirian.
“Tante, anterin Bernas pulang yah. Kepala ogut rada berat.”
“Kalo gitu stop minum dulu, biar ngga tambah pusing.” jawab tante Ani.
Aku merasa tante Ani berusaha mencegahku untuk pulang ke rumah. Tapi lagi-lagi, aku seperti sapi dicucuk hidung-nya, apa yang tante Ani minta, aku selalu menyetujuinya. Melihat tingkahku yang suka menurut, tante Ani mulai terlihat lebih berani lagi. Dia mengajakku main kartu biasa saja, karena bermain UNO kurang seru kalau hanya berdua. Paling tepat untuk bermain UNO itu berempat.
Tapi permainan kartu ini menjadi lebih seru lagi. Tante mengajak bermain blackjack, siapa yang kalah harus menuruti permintaan pemenang. Tapi kemudian tante Ani ralat menjadi ‘Truth & Dare’ game. Permainan kami menjadi seru dan terus terang aja tante Ani sangat menikmati permainan ‘Truth & Dare’, dan dia sportif apabila dia kalah. Pertama-tama bila aku menang dia selalu meminta hukuman dengan ‘Truth’ punishment, lama-lama aku menjadi semakin berani menanyakan yang bukan-bukan. Sebaliknya dengan tante Ani, dia lebih suka memaksa aku untuk memilih ‘Dare’ agar dia bisa lebih leluasa mengerjaiku. Dari yang disuruh pushup 1 tangan, menari balerina, menelan es batu seukuran bakso, dan lain-lain. Mungkin juga tidak ada pointnya buat tante Ani menanyakan the ‘Truth’ tentang diriku, karena kehidupanku terlihat lurus-lurus saja menurutnya.
Ini adalah juga kesempatan untuk menggali the ‘Truth’ tentang kehidupan pribadinya. Aku pun juga heran kenapa aku menjadi tertarik untuk mencari tahu kehidupannya yang sangat pribadi. Mula-mula aku bertanya tentang mantan tunangannya, kenapa sampai batal pernikahannya. Sampai pertanyaan yang menjurus ke seks seperti misalnya kapan pertama kali dia kehilangan keperawanan. Semuanya tanpa ragu-ragu tante Ani jawab semua pertanyaan-pertanyaan pribadi yang aku lontarkan.
Kini permainan kami semakin wild dan berani. Tante Ani mengusulkan untuk mengkombinasikan ‘Truth & Dare’ dengan ‘Strip Poker’. Aku pun semakin bergairah dan menyetujui saja usul tante Ani.
“Yee, tante menang lagi. Ayo lepas satu yang menempel di badan kamu.” kata tante Ani dengan senyum kemenangan.
“Jangan gembira dulu tante, nanti giliran tante yang kalah. Jangan nangis loh yah kalo kalah.” jawabku sambil melepas kaus kakiku.
Selang beberapa lama … “Nahhh, kalah lagi … kalah lagi … lepas lagi … lepas lagi.”. Tante Ani kelihatan gembira sekali. Kemudian aku melepas kalung emas pemberian ibu yang aku kenakan.
“Ha ha ha … two pairs, punya tante one pair. Yes yes … tante kalah sekarang. Ayo lepas lepas …” candaku sambil tertawa gembira.
“Jangan gembira dulu. Tante lepas anting tante.” jawab tante sambil melepas anting-anting yang dikenakannya.
Aku makin bernapsu untuk bermain. Mungkin bernapsu untuk melihat tante Ani bugil juga. Aku pengen sekali menang terus.
“Full house … yeahhh … kalah lagi tante. Ayo lepas … ayo lepas …”. Aku kini menari-nari gembira.
Terlihat tante Ani melepas jepit rambut merahnya, dan aku segera saja protes “Loh, curang kok lepas yang itu?”.
“Loh, kan peraturannya lepas semuanya yang menempel di tubuh. Jepit tante kan nempel di rambut dan rambut tante melekat di kepala. Jadi masih dianggap menempel dong.” jawabnya membela.
Aku rada gondok mendengar pembelaan tante Ani. Tapi itu menjadikan darahku bergejolak lebih deras lagi.
“Straight … Bernas … One Pair … Yes tante menang. Ayo lepas! Jangan malu-malu!” seru tante Ani girang. Aku pun segera melepas jaket aku yang kenakan. Untung aku selalu memakai jaket tipis biar keluar malam. Lihatlah pembalasanku, kataku dalam hati.
“Bernas Three kind … tante … one pair … ahhh … lagi-lagi tante kalah” sindirku sambil tersenyum. Dan tanpa diberi aba-aba dan tanpa malu-malu, tante melepas baju atasannya. Aku serentak menelan ludah, karena baju atasan tante telah terlepas dan kini yang terlihat hanya BH putih tante. Belahan payudara-nya terlihat jelas, putih bersih. Bernas junior dengan serentak langsung menegang, dan kedua mataku terpaku di daerah belahan dadanya.
“Hey, lihat kartu dong. Jangan liat di sini.” canda tante sambil menunjuk belahan dadanya. Aku kaget sambil tersenyum malu.
“Yes Full House, kali ini tante menang. Ayo buka … buka”. Tampak tante Ani girang banget bisa dia menang. Kali ini aku lepas atasanku, dan kini aku terlanjang dada.
“Ck ck ck … pemain basket nih. Badan kekar dan hebat. Coba buktikan kalo hokinya juga hebat.” sindir tante Ani sambil tersenyum.
Setelah menegak habis wine yang ada di gelasnya, tante Ani kemudian beranjak dari tempat duduknya menuju ke dapur dengan keadaan dada setengah terlanjang. Tak lama kemudian tante Ani membawa sebotol wine merah yang masih 3/4 penuh dan sebotol V.S.O.P yang masih 1/2 penuh.
“Mari kita bergembira malam ini. Minum sepuas-puasnya.” ucap tante Ani.
Kami saling ber-tos ria dan kemudian melanjutkan kembali permainan strip poker kami.
“Yesss … ” seruku dengan girangnya pertanda aku menang lagi.
Tanpa disuruh, tante Ani melepas rok mininya dan aduhaiii, kali ini tante Ani hanya terliat mengenakan BH dan celana dalam saja. Malam itu dia mengenakan celana dalam yang kecil imut berwarna pink cerah. Tidak tampak ada bulu-bulu pubis disekitar selangkangannya. Aku sempat berpikir apakah tante Ani mencukur semua bulu-bulu pubisnya.
Muka tante Ani sedikit memerah. Kulihat tante Ani sudah menegak abis gelas winenya yang kedua. Apakah dia berniat untuk mabuk malam ini? Aku kurang sedikit perduli dengan hal itu. Aku hanya bernafsu untuk memenangkan permainan strip poker ini, agar aku bisa melihat tubuh terlanjang tante Ani.
“Yes, yes, yes …” senyum kemenangan terlukis indah di wajahku.
Tante Ani kemudian memandangkan wajahku selang beberapa saat, dan berkata dengan nada genitnya “Sekarang Bernas tahan napas yah. Jangan sampai seperti kesetrum listrik loh”. Kali ini tante Ani melepaskan BH-nya dan serentak jatungku ingin copot. Benar apa kata tante Ani, aku seperti terkena setrum listrik bertegangan tinggi. Dadaku sesak, sulit bernapas, dan jantungku berdegup kencang. Inilah pertama kali aku melihat payudara wanita dewasa secara jelas di depan mata. Payudara tante Ani sungguh indah dengan putingnya yang berwarna coklat muda menantang.
“Aih Bernas, ngapain liat susu tante terus. Tante masih belum kalah total. Mau lanjut ngga?” tanya tante Ani. Aku hanya bisa menganggukkan kepala pertanda ‘iya’.
“Pertama kali liat susu cewek yah? Ketahuan nih. Dasar genit kamu.” tambah tante Ani lagi. Aku sekali lagi hanya bisa mengangguk malu.
Aku menjadi tidak berkonsentrasi bermain, mataku sering kali melirik kedua payudaranya dan selangkangannya. Aku penasaran sekali ada apa dibalik celana dalam pinknya itu. Tempat di mana menurut teman-teman sekolah adalah surga dunia para lelaki. Aku ingin sekali melihat bentuknya dan kalo bisa memegang atau meraba-raba.
Akibat tidak berkonsentrasi main, kali ini aku yang kalah, dan tante Ani meminta aku melepas celana yang aku kenakan. Kini aku terlanjang dada dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Tante Ani hanya tersenyum-senyum saja sambil menegak wine-nya lagi. Aku sengaja menolak tawaran tante Ani untuk menegak V.S.O.P-nya, dengan alasan takut pusing lagi.
Karena kami berdua hanya tinggal 1 helai saja di tubuh kami, permainan kali ini ada finalnya. Babak penentuan apakah tante Ani akan melihat aku terlanjang bulat atau sebaliknya. Aku berharap malam itu malaikat keberuntungan berpihak kepadaku.
Ternyata harapanku sirna, karena ternyata malaikat keberuntungan berpihak kepada tante Ani. Aku kecewa sekali, dan wajah kekecewaanku terbaca jelas oleh tante Ani. Sewaktu aku akan melepas celana dalamku dengan malu-malu, tiba-tiba tante Ani mencegahnya.
“Tunggu Bernas. Tante ngga mau celana dalam mu dulu. Tante mau Dare Bernas dulu. Ngga seru kalo game-nya cepat habis kayak begini” kata tante Ani.
Setelah meneguk wine-nya lagi, tante Ani terdiam sejenak kemudian tersenyum genit. Senyum genitnya ini lebih menantang daripada yang sebelum-sebelumnya.
“Tante dare Bernas untuk … hmmm … cium bibir tante sekarang.” tantang tante Ani.
“Ahh, yang bener tante?” tanyaku.
“Iya bener, kenapa ngga mau? Jijik ama tante?” tanya tante Ani.
“Bukan karena itu. Tapi … Bernas belum pernah soalnya.” jawabku malu-malu.
“Iya udah, kalo gitu cium tante dong. Sekalian pelajaran pertama buat Bernas.” kata tante Ani.
Tanpa berpikir ulang, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajah tante Ani. Tante Ani kemudian memejamkan matanya. Pertamanya aku hanya menempelkan bibirku ke bibir tante Ani. Tante Ani diam sebentar, tak lama kemudian bibirnya mulai melumat-lumat bibirku perlahan-lahan. Aku mulai merasakan bibirku mulai basah oleh air liur tante Ani. Bau wine merah sempat tercium di hidungku.
Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha menandinginya dengan membalas lumatan bibir tante Ani. Maklum ini baru pertama, jadi aku terkesan seperti anak kecil yang sedang melumat-lumat ice cream. Selang beberapa saat, aku kaget dengan tingkah baru tante Ani. Tante Ani dengan serentak menjulurkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Anehnya aku tidak merasa jijik sama sekali, malah senang dibuatnya. Aku temukan lidahku dengan lidah tante Ani, dan kini lidah kami kemudian saling berperang di dalam mulutku dan terkadang pula di dalam mulut tante Ani.
Kami saling berciuman bibir dan lidah kurang lebih 5 menit lamanya. Nafasku sudah tak karuan, dah kupingku panas dibuatnya. Tante Ani seakan-akan menikmati betul ciuman ini. Nafas tante Ani pun masih teratur, tidak ada tanda sedikitpun kalau dia tersangsang.
“Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi pokernya” ajak tante Ani.
Aku pun mulai mengocok kartunya, dan pikiranku masih terbayang saat kita berciuman. Aku ingin sekali lagi mencium bibir lembutnya. Kali ini aku menang, dan terang saja aku meminta jatah sekali lagi berciuman dengannya. Tante Ani menurut saja dengan permintaanku ini, dan kami pun saling berciuman lagi. Tapi kali ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.
“Udah ah, jangan ciuman terus dong. Ntar Bernas bosan ama tante.” candanya.
“Masih belon bosan tante. Ternyata asyik juga yah ciuman.” jawabku.
“Kalo ciuman terus kurang asyik, kalo mau sih …” seru tante Ani kemudian terputus. Kalimat tante Ani ini masih menggantung bagiku, seakan-akan dia ingin mengatakan sesuatu yang menurutku sangat penting. Aku terbayang-bayang untuk bermain ‘gila’ dengan tante Ani malam itu.
Aku semakin berani dan menjadi sedikit tidak tau diri. Aku punya perasaan kalo tante Ani sengaja untuk mengalah dalam bermain poker malam itu. Terang aja aku menang lagi kali ini. Aku sudah terburu oleh napsuku sendiri, dan aku sangat memanfaatkan situasi yang sedang berlangsung.
“Bernas menang lagi tuh. Jangan minta ciuman lagi yah. Yang lain dong …” sambut tante Ani sambil menggoda.
“Hmm … apa yah.” pikirku sejenak.
“Gini aja, Bernas pengen emut-emut susu tante Ani.” jawabku tidak tau malu.
Ternyata wajah tante Ani tidak tampak kaget atau marah, malah balik tersenyum kepadaku sambil berkata “Sudah tante tebak apa yang ada di dalam pikiran kamu, Bernas.”.
“Boleh kan tante?!” tanyaku penasaran. Tante Ani hanya mengangguk pertanda setuju.
Kemudian aku dekatkan wajahku ke payudara sebelah kanan tante Ani. Bau parfum harum yang menempel di tubuhnya tercium jelas di hidungku. Tanpa ragu-ragu aku mulai mengulum puting susu tante Ani dengan lembut. Kedua telapak tanganku berpijak mantap di atas karpet ruang tamu tante Ani, memberikan fondasi kuat agar wajahku tetap bebas menelusuri payudara tante Ani. AKu kulum bergantian puting kanan dan puting kiri-nya. Kuluman yang tante Ani dapatkan dariku memberikan sensasi terhadap tubuh tante Ani. Dia tampak menikmati setiap hisapan-hisapan dan jilatan-jilatan di puting susu-nya. Nafas tante Ani perlahan-lahan semakin memburu, dan terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku bisa memastikan bahwa tante Ani saat ini sedang terangsang atau istilah modern-nya ‘horny’.
“Bernasss … kamu nakal banget sih! … haahhh … Tante kamu apain?” bisik tante Ani dengan nada terputus-putus. Aku tidak mengubris kata-kata tante Ani, tapi malah semakin bersemangat memainkan kedua puting susunya. Tante Ani tidak memberikan perlawanan sedikitpun, malah seolah-olah seperti memberikan lampu hijau kepadaku untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya.
Aku mencoba mendorong tubuh tante Ani perlahan-lahan agar dia terbaring di atas karpet. Ternyata tante Ani tidak menahan/menolak, bahkan tante Ani hanya pasrah saja. Setelah tubuhnya terbaring di atas karpet, aku menghentikan serangan gerilyaku terhadap payudara tante Ani. Aku perlahan-lahan menciumi leher tante Ani, dan oh my, wangi betul leher tante Ani. Tante Ani memejamkan kedua matanya, dan tidak berhenti-hentinya mendesah. Aku jilat lembut kedua telinganya, memberikan sensasi dan getaran yang berbeda terhadap tubuhnya. Aku tidak mengerti mengapa malam itu aku seakan-akan tau apa yang harus aku lakukan, padahal ini baru pertama kali seumur hidupku menghadapi suasana seperti ini.
Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di atas bibir tante Ani, dan kami kembali berciuman mesra sambil berperang lidah di dalam mulutku dan terkadang di dalam mulut tante Ani. Tanganku tidak tinggal diam. Telapak tangan kiriku menjadi bantal untuk kepala belakang tante Ani, sedangkan tangan kananku meremas-remas payudara kiri tante Ani.
Tubuh tante Ani seperti cacing kepanasan. Nafasnya terengah-engah, dan dia tidak berkonsentrasi lagi berciuman denganku. Tanpa diberi komando, tante Ani tiba-tiba melepas celana dalamnya sendiri. Mungkin saking ‘horny’-nya, otak tante Ani memberikan instinct bawah sadar kepadanya untuk segera melepas celana dalamnya.
Aku ingin sekali melihat kemaluan tante Ani saat itu, namun tante Ani tiba-tiba menarik tangan kananku untuk mendarat di kemaluannya.
“Alamak …”, pikirku kaget. Ternyata kemaluan/memek tante Ani mulus sekali. Ternyata semua bulu jembut tante Ani dicukur abis olehnya. Dia menuntun jari tengahku untuk memainkan daging mungil yang menonjol di memeknya. Para pembaca pasti tau nama daging mungil ini yang aku maksudkan itu. Secara umum daging mungil itu dinamakan biji etil atau biji etel atau itil saja. Aku putar-putar itil tante Ani berotasi searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini memek tante Ani mulai basah dan licin.
“Bernasss … kamu yah … aaahhhh … kok berani ama tante?” tanya tante Ani terengah-engah.
“Kan tante yang suruh tangan Bernas ke sini?” jawabku.
“Masa sihhh … tante lupa … aahhh Bernasss … Bernasss … kamu kok nakal?” tanya tante Ani lagi.
“Nakal tapi tante bakal suka kan?” candaku gemas dengan tingkah tante Ani.
“Iyaaa … nakalin tante pleasee …” suara tante Ani mulai serak-serak basah.
Aku tetap memainkan itil tante Ani, dan ini membuatnya semakin menggeliat hebat. Tak lama kemudian tante Ani menjerit kencang seakaan-akan terjadi gempa bumi saja. Tubuhnya mengejang dan kuku-kuku jarinya sempat mencakar bahuku. Untung saja tante Ani bukan tipe wanita yang suka merawat kuku panjang, jadi cakaran tante Ani tidak sakit buatku.
“Bernasss … tante datangggg uhhh oohhh …” erang tante Ani. Aku yang masih hijau waktu itu kurang mengerti apa arti kata ‘datang’ waktu itu. Yang pasti setelah mengatakan kalimat itu, tubuh tante Ani lemas dan nafasnya terengah-engah.
Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana dalamku yang masih saja menempel. Aku sudah lupa sejak kapan batang penisku tegak. Aku siap menikmati tubuh tante Ani, tapi sedikit ragu, karena takut akan ditolak oleh tante Ani. Keragu-raguanku ini terbaca oleh tante Ani. Dengan lembutnya tante Ani berkata, “Bernas, kalo pengen tidurin tante, mendingan cepetan deh, sebelon gairah tante habis. Tuh liat kontol Bernas dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah panas.”.
Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh tante. Gaya bercinta traditional. Perlahan-lahan kuarahkan batang penisku ke mulut vagina tante Ani, dan kucoba dorong penisku perlahan-lahan. Ternyata tidak sulit menembus pintu kenikmatan milik tante Ani. Selain mungkin karena basahnya dinding-dinding memek tante Ani yang memuluskan jalan masuk penisku, juga karena mungkin sudah beberapa batang penis yang telah masuk di dalam sana.
“Uhhh … ohhh … Bernasss … ahhh …” desah tante Ani.
Aku coba mengocok-kocok memek tante Ani dengan penisku dengan memaju-mundurkan pinggulku. Tante Ani terlihat semakin ‘horny’, dan mendesah tak karuan.
“Bernasss … Bernasss … aduhhh Bernasss … geliiii tante … uhhh … ohhhh …” desah tante Ani.
Di saat aku sedang asyik memacu tubuh tante Ani, tiba-tiba aku disadarkan oleh permintaan tante Ani, sehingga aku berhenti sejenak.
“Bernasss … kamu dah mau keluar belum … ” tanya tante Ani.
“Belon sih tante … mungkin beberapa saat lagi … ” jawabku serius.
“Nanti dikeluarin di luar yah, jangan di dalam. Tante mungkin lagi subur sekarang, dan tante lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante ngga punya stock pengaman sekarang. Jadi jangan dikeluarin di dalam yah.” pinta tante Ani.
“Beres tante.” jawabku.
“Ok deh … sekarang jangan diam … goyangin lagi dong …” canda tante Ani genit.
Tanpa menunda banyak waktu lagi, aku lanjutkan kembali permainan kami. Aku bisa merasakan memek tante Ani semakin basah saja, dan aku pun bisa melihat bercak-bercak lendir putih di sekitar bulu jembutku.
Aku mulai berkeringat di punggung belakangku. Muka dan telingaku panas. Tante Ani pun juga sama. Suara erangan dan desahan-nya makin terdengar panas saja di telingaku. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah berpacu dengan tante Ani 20 menit lama-nya. Tanda-tanda akan adanya sesuatu yang bakalan keluar dari penisku semakin mendekat saja.
“Bernasss … ampunnn Bernasss … kontolnya kok kayak besi aja … ngga ada lemasnya dari tadi … tante geliii banget nihhh …” kata tante Ani.
“Tante … Bernasss dah sampai ujung nih …” kataku sambil mempercepat goyangan pinggulku.
Puting tante Ani semakin terlihat mencuat menantang, dan kedua payudara pun terlihat mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah tante Ani, dan bibir kami saling berciuman. Aku julur-julurkan lidahku ke dalam mulutnya, dan lidah kami saling berperang di dalam. Posisi bercinta kami tidak berubah sejak tadi. Posisiku tetap di atas tubuh tante Ani.
Aku percepat kocokan penisku di dalam memek tante Ani. Tante Ani sudah menjerit-jerit dan meracau tak karuan saja.
“Bernasss … tante datangggg … uhhh … ahhhhhh …” jerit tante Ani sambil memeluk erat tubuhku. Ini pertanda tante Ani telah ‘orgasme’.
Aku pun juga sama, lahar panas dari dalam penisku sudah siap akan menyembur keluar. Aku masih ingat pesan tante Ani agar spermaku dilepas keluar dari memek tante Ani.
“Tante … Bernassss datangggg …” jeritku panik. Kutarik penisku dari dalam memek tante Ani, dan penisku memuncratkan spermanya di perut tante Ani. Saking kencangnya, semburan spermaku sampai di dada dan leher tante Ani.
“Ahhh … ahhhh … ahhhh …” suara jeritan kepuasanku.
“Idihhh … kamu kecil-kecil tapi spermanya banyak bangettt sih …” canda tante Ani. Aku hanya tersenyum saja. Aku tidak sempat mengomentari candaan tante Ani.
Setelah semua sperma telah tumpah keluar, aku merebahkan tubuhku di samping tubuh tante Ani. Kepalaku masih teriang-iang dan nafasku masih belum stabil. Mataku melihat ke langit-langit apartment tante Ani. Aku baru saja menikmati yang namanya surga dunia.
Tante Ani kemudian memelukku manja dengan posisi kepalanya di atas dadaku. Bau harum rambutku tercium oleh hidungku.
“Bernas puas ngga?” tanya tante Ani.
“Bukan puas lagi tante … tapi Bernas seperti baru saja masuk ke surga” jawabku.
“Emang memek tante surga yah?” canda tante Ani.
“Boleh dikata demikian.” jawabku percaya diri.
“Kalo tante puas ngga?” tanyaku penasaran.
“Hmmm … coba kamu pikir sendiri aja … yang pasti memek tante sekarang ini masih berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang ama Bernas?” tanya tante Ani manja.
“Anuu … Bernas kasih si Bernas Junior … tuh tante liat jembut Bernas banyak bercak-bercak lendir. Itu punya dari memek tante tuh. Banjir keluar tadi.” kataku.
“Idihhh … mana mungkin …” bela tante Ani sambil mencubit penisku yang sudah mulai loyo.
“Bernas sering-sering datang ke rumah tante aja. Nanti kita main poker lagi. Mau kan?” pinta tante Ani.
“Sippp tante.” jawabku serentak girang.
Malam itu aku nginap di rumah tante Ani. Keesokan harinya aku langsung pulang ke rumah. Aku sempat minta jatah 1 kali lagi dengan tante Ani, namum ajakanku ditolak halus olehnya karena alasan dia ada janji dengan teman-temannya.
Sejak saat itu aku menjadi teman seks gelap tante Ani tanpa sepengetahuan orang lain terutama ayah dan ibu. Tante Ani senang bercinta yang bervariasi dan dengan lokasi yang bervariasi pula selain apartementnya sendiri. Kadang bermain di mobilnya, di motel kilat yang hitungan charge-nya per jam, di ruang VIP spa kecantikan ibuku (ini aku berusaha keras untuk menyelinap agar tidak diketahui oleh para pegawai di sana). Tante Ani sangat menyukai dan menikmati seks. Menurut tante Ani seks dapat membuatnya merasa enak secara jasmani dan rohani, belum lagi seks yang teratur sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah menceritakan kepadaku tentang rahasia awet muda bintang film Hollywood tersohor bernama Elizabeth Taylor, yah jawabannya hanya singkat saja yaitu seks dan diet yang teratur.
Tante Ani paling suka ‘bermain’ tanpa kondom. Tapi dia pun juga tidak ingin memakai sistem pil sebagai alat kontrasepsi karena dia sempat alergi saat pertama mencoba minum pil kontrasepsi. Jadi di saat subur, aku diharuskan memakai kondom. Di saat setelah selesai masa menstruasinya, ini adalah saat di mana kondom boleh dilupakan untuk sementara dulu dan aku bisa sepuasnya berejakulasi di dalam memeknya. Apabila di saat subur dan aku/tante Ani lupa menyetok kondom, kita masih saja nekat bermain tanpa kondom dengan berejakulasi di luar (meskipun ini rawan kehamilannya tinggi juga).
Hubungan gelap ini sempat berjalan hampir 4 tahun lamanya. Aku sempat memiliki perasaan cinta terhadap tante Ani. Maklum aku masih tergolong remaja/pemuda yang gampang terbawa emosi. Namun tante Ani menolaknya dengan halus karena apabila hubunganku dan tante Ani bertambah serius, banyak pihak luar yang akan mencaci-maki atau mengutuk kami. Tante Ani sempat menjauhkan diri setelah aku mengatakan cinta padanya sampai aku benar-benar ‘move on’ dari-nya. Aku lumayan patah hati waktu itu (hampir 1.5 tahun), tapi aku masih memiliki akal sehat yang mengontrol perasaan sakit hatiku. Saat itu pula aku cuti ‘bermain’ dengan tante Ani.
Saat ini aku masih berhubungan baik dengan tante Ani. Kami kadang-kadang menyempatkan diri untuk ‘bermain’ 2 minggu sekali atau kadang-kadang 1 bulan sekali. Tergantung dari mood kami masing-masing. Tante Ani sampai sekarang masih single. Aku untuk sementara ini juga masih single. Aku putus dengan pacarku sekitar 6 bulan yang lalu. Sejak putus dengan pacarku, tante Ani sempat menjadi pelarianku, terutama pelarian seks. Sebenarnya ini tidak benar dan kasihan tante Ani, namun tante Ani seperti mengerti tingkah laku lelaki yang sedang patah hati pasti akan mencari seorang pelarian. Jadi tante Ani tidak pernah merasa bahwa dia adalah pelarianku, tapi sebagai seorang teman yang ingin membantu meringkankan beban perasaan temannya

NITA TEMAN ISTRI KU



Nama saya Heru, saya sudah married dan punya anak satu. Umur saya saat ini 28 tahun, isteri saya juga seumur, namanya Lisa. Anak saya baru umur 3 tahun, dan dia baru masuk Playgroup. Nah, di sekolahan anak saya inilah, isteri saya kenal sama nyokapnya teman anak saya. Namanya Nita. Sebenarnya si Nita ini orangnya nggak cakep-cakep amat, yah, lumayan-lah. Menurut saya sih, mendingan isteri saya.
Makanya, sewaktu kenalan sama si Nita ini, saya sama sekali nggak ada pikiran yang macam-macam. Sampai lama-kelamaan isteri saya mulai akrab sama si Nita. Mereka sering pergi sama-sama. Nah, suatu hari, si Nita telpon isteri saya buat ngasih tahu bahwa dia sekeluarga lagi dapat voucher menginap satu malam di sebuah Hotel bintang lima di Jakarta. Dia suruh isteri saya datang buat mencoba fasilitas-fasilitas yang disediakan hotel tersebut. Nah, karena ada kesempetan buat berenang, fitness dan lain-lain gratis, maka saya berdua nggak menyia-nyiakan kesempatan ini.
Siangnya saya berdua nyusul ke hotel tersebut. Sesampainya di sana, saya berdua langsung menuju ke kolam renang, karena si Nita sudah janjian nunggu disitu. benar aja, begitu ngeliat saya berdua datang, si Nita langsung manggil-manggil sambil melambaikan tangannya.
"Hai Lis, Her.. "
"Hai Nit.. Mana suami sama anak kamu?" tanya isteri saya.
"Biasa, dua-duanya lagi tidur siang tuh.." kata si Nita.
"Kamu berdua aja.. Mana anak kamu?"
"Nggak ikut deh, Nit.. Abisnya repot kalau ngajak anak kecil" kataku.
"Ya sudah, sekarang gimana, kamu berdua mau berenang nggak? Atau mau Fitness aja?"
"Langsung Fitness aja deh, Nit"
Begitulah, setelah itu kita bertiga langsung menuju ke tempat Fitnessnya. Dan setelah ganti baju di locker room, kita bertiga mulai berfitnes-ria. Asyik juga sih, sampai-sampai nggak terasa sudah hampir tiga jam kita fitness. Wah, badan rasanya sudah capek benar nih. Setelah selesai kita bertiga terus bilas di ruang ganti, dan langsung menuju ke ruang Whirlpool. Nah, sampai disini kita bertiga bingung, sebab ruang whirpoolnya ternyata cuma satu. Wah gimana nih? Tapi akhirnya kita coba-coba aja, dan ternyata benar, cewek sama cowok jadi satu ruangannya. Wah, malu juga nih.. Apalagi si Nita, soalnya kita bertiga cuma dililit sama kain handuk. Setelah masuk ke dalam, saya tertegun, karena di dalam saya lihat ada cewek yang dengan santainya lagi jalan mondar-mandir dalam keadaan.. Bugil. Wah.. Gawat nih. Setelah saya lirik, ternyata si Nita juga lagi ngeliatin tuh cewek yang kesannya cuek banget. Selagi kita bertiga bengong-bengong, tahu-tahu kita disamperin sama locker-girlnya.
"Mari Mbak, Mas.. Handuknya saya simpan," kata si Mbak locker itu dengan suara yang halus.
"Ha? Disimpan?" tanya saya sambil kebingungan.
"Hi-hi-hi.. Iya, Mas, memang begitu peraturannya.. Biar air kolamnya nggak kotor.. " sahut si Mbak dengan senyum genit.
"Wah.. Mati deh saya", batin saya dalem hati, masa saya musti berbugil ria di depan satu, dua, tiga.. Empat orang cewek sih? Sementara itu saya liat isteri saya sama si Nita juga lagi saling pandang kebingungan. Akhirnya saya yang memutuskan,
"Hm.. Gini deh, Mbak.. Kita liat-liat aja dulu.. Nanti kalau mau berendam baru kita taruh handuknya di sini"
"Iya deh, Mas.." kata si Mbak lagi sambil tersenyum genit. Terus dia langsung berbalik jalan keluar ruangan.
Setelah tinggal bertiga, isteri saya langsung memandang si Nita,
"Gimana nih, Nit?"
Selagi si Nita masih terdiam bingung, isteri saya langsung ngomong lagi,
"Ya sudah deh.. Kita terusin aja yuk," katanya sambil melepaskan handuknya.
"Sudah deh, Nit.. Buka aja.. nggak apa-apa kok," kata isteri saya lagi.
"Benar nih, Lis? Terus si Heru gimana?" tanya si Nita sambil melirik malu-malu ke arah saya.
Pada saat itu saya cuma bisa pasrah aja, dan berdoa moga-moga burung saya nggak sampai bangun. Sebab kalau bangun kan gawat, si Nita bisa tahu karena saya cuma dililit handuk doang.
"Nggak apa-apa.. Anggap saja kita kasih dia tontonan gratis" sahut isteri saya lagi.
Gawat juga nih, saya benar-benar nggak nyangka kalau isteri saya sebaik ini. Sebab biasanya dia cemburuan banget. Akhirnya pelan-pelan si Nita mau juga ngelepasin handuknya. Aduh mak.. Begitu dia lepas handuknya, saya langsung bisa ngeliat dua buah teteknya yang membulat.. dan.. jembutnya yang.. gile.. lebat banget! Langsung aja saya menelan ludah saya sendiri.. sambil menatap bengong ke tubuh si Nita. Ngelihat keadaan saya yang kayak orang linglung itu, isteri saya langsung tertawa geli. Sementara si Nita masih berusaha menutupi vaginanya dengan kedua tangannya.
"Kenapa Her.. Jangan bengong gitu dong, sekarang kamu yang musti buka handuk tuh," kata isteri saya lagi.
Busyet.. Masa saya disuruh bugil di depan si Nita sih? Tapi karena takut kalau-kalau nanti isteri saya berubah pikiran, langsung aja deh saya lepas handuk saya. Seiring dengan gerakan saya ngelepas handuk, saya lihat si Nita langsung membuang muka jengah.
"Lho, kenapa Nit.. nggak apa-apa kok.. Tadi si Heru juga ngeliatin body kamu, sampai terangsang tuh.. Lihat deh," kata isteri saya lagi sambil menatap burung saya. Akhirnya si Nita ngelirik juga ke burung saya, dan.. Wah.. dasar burung kurang ajar, begitu diliatin dua orang cewek, perlahan tapi pasti dia mulai bangkit. Pelan-pelan mengangguk-angguk, sampai akhirnya benar-benar tegang setegang-tegangnya. Wah, mokal banget deh, saya..
"Tuh-kan, Nit.. Benarkan dia sudah terangsang ngeliatin body kamuy.." kata isteri saya lagi. Ngeliat burung saya yang sudah tegang benar, akhirnya dua-duanya nggak tahan lagi. Pada tertawa terpingkal-pingkal. Ngedenger suara ketawa mereka, cewek yang sendirian tadi langsung nengok.. dan begitu ngeliat burung saya, dia juga langsung ikut ketawa.
"Wah, dik.. Dia sudah nggak tahan tuh.." katanya pada isteri saya, sambil ngelirikin burung saya terus. Akhirnya daripada terus jadi bahan tertawaan, langsung aja deh, saya nyebur ke kolam whirpool. Nggak lama kemudian isteri saya dan si Nita nyusul. Akhirnya kita berempat berendam deh di kolam. Tapi nggak lama kemudian si Cewek itu bangun..
"Mbak sudahan dulu yah, Dik.. Mmm.. Tapi jangan disia-siakan tuh.." katanya sambil menunjuk ke selangkangan saya lagi. Buset nih cewek, rupanya dari tadi dia merhatiin kalau burung saya masih tegang terus.
Langsung saja saya berusaha tutupin burung saya pakai kedua telapak tangan. Sambil tersenyum genit, akhirnya cewek itu keluar ruangan. Nah, begitu tinggal kita bertiga, isteri saya langsung pindah posisi. Sekarang jadi saya yang ada ditengah-tengah mereka berdua.
"Her.. Dari tadi kok tegang melulu sih?" tanya isteri saya sambil menggenggam burung saya. Saya cuma bisa menggeleng saja sambil melirik si Nita.
"Ih.. Keras amat, kayak batu," kata isteri saya lagi. Lalu, tanpa saya duga dia langsung ngomong ke si Nita.
"Sini deh, Nit.. Mau cobain megang burung suami saya nggak nih?"
Haa? Saya sama si Nita jadi terbengong-bengong.
"Bbb.. Boleh, Lis?" tanya si Nita.
"Boleh, rasain deh.. Keras banget tuh," kata isteri saya lagi. Pelan-pelan, si Nita mulai ngegerayangin paha saya, makin lama makin naik, sampai akhirnya kepegang juga deh, torpedo saya. Wuih, rasanya benar-benar nikmat.
"Iya lho, Lis.. Kok bisa keras begini ya. Pasti enak sekali kalau dimasukin yah, Lis," kata si Nita lagi sambil terus mengelus-ngelus burung saya. Wah, saya sudah nggak tahan, tanpa minta persetujuan isteri saya lagi, langsung aja deh, saya tarik si Nita, saya lumat bibirnya.. sambil tangan saya meremas-remas teteknya.
"Akh.." Nita menggelinjang. Langsung saya angkat si Nita dari dalam air, saya dudukin di pinggiran kolam.. Kakinya saya buka lebar-lebar, dan.. langsung deh saya benamin wajah saya ke dalam selangkangannya, sehingga si Nita semakin mengerang-ngerang. Sementara itu isteri saya tetap giat mengocok-ngocok burung saya. Akhirnya karena sudah nggak tahan lagi, kita bertiga naik ke pinggiran kolam.
"Gantian dong, Nit.. Biar si Heru ngejilatin vagina saya, saya juga kepengen nih.." kata isteri saya dengan bernafsu. Karena dia sudah memelas begitu, langsung saja deh, saya jilatin vagina isteri saya. Saya gigit-gigit kecil clitorisnya sampai dia merem-melek. Nita pun nggak tinggal diam, ngeliat saya lagi sibuk, dia langsung saja meraih burung saya, terus dimasukin ke dalam mulutnya. Wah.. nggak nyangka, ternyata hisapannya benar-benar maut. Rasanya kita bertiga sudah nggak ingat apa-apa lagi, nggak peduli kalau-kalau nanti ada orang yang masuk.
Setelah beberapa lama, isteri saya ternyata sudah nggak tahan lagi.
"Ayo, Her.. Cepetan masukin.. saya sudah nggak kuat lagi nih.." pintanya memelas. Akhirnya berhubung saya juga sudah nggak tahan lagi, saya cabut saja burung saya dari dalam mulut si Nita, terus saya masukin ke dalam vagina isteri saya. Akh.. benar-benar nikmat, sambil terus saya dorong keluar-masuk. Nita nggak tinggal diam, sambil meremas-remas payudara isteri saya, dia terus ngejilatin buah Zakar saya. Wah.. rasanya benar-benar.. RUUAARR BBIIAASA! Nggak lama kemudian, mungkin karena sudah terlalu terangsang, isteri saya menjerit kecil.. Meneriakkan kepuasan.. Sehingga saya merasakan sesuatu yang sangat hangat di dalam lubang vaginanya. Melihat isteri saya sudah selesai, si Nita langsung bertanya dengan wajah harap-harap cemas.
"Ngg.. Sekarang saya boleh nggak ngerasain tusukan suami kamu, Lis?"
"Tentu aja boleh, Nit.." jawab isteri saya sambil mencium bibir si Nita. Mendapat lampu hijau, Nita langsung mengambil burung saya yang sudah lengket (tapi masih tegang benar) terus dibimbingnya ke dalam lubang vaginanya yang ditutupi semak belukar.
"Aaakkhh.." desis si Nita setelah saya dorong burung saya pelan-pelan.
"Ayo, Her.. Terus, Her.. I Love You.." kelihatannya si Nita benar-benar mendapatkan kenikmatan yang luar biasa. Sambil saya goyang-goyang, isteri saya menjilati teteknya si Nita. "Aduh, Lis.. Her.. I love you both.."
Pokoknya selama saya dan isteri saya bekerja, mulut si Nita mendesis-desis terus. Kemudian, mungkin karena isteri saya nggak mau ngedengerin desisan si Nita terus, akhirnya dia bangun dan mengarahkan vaginanya ke muka si Nita. Dengan sigap Nita menyambut vagina isteri saya dengan juluran lidahnya. Sampai kira-kira sepuluh menit kita bertiga dalam posisi seperti itu, akhirnya saya sudah benar-benar nggak tahan lagi.. dan.. ahh.. saya merasakan desakan si Nita mengencang, akhh.. Akhirnya jebol juga pertahanan saya. Dan disaat yang berbarengan kita bertiga merasakan suatu sensasi yang luar biasa.. Kita bertiga saling merangkul sekuat-kuatnya, sampai.. Aahh..
Begitulah, setelah itu kita bertiga terkulai lemas sambil tersenyum puas..
"Thank you Heru, .. Lisa.. Ini benar-benar pengalaman yang luar biasa buat saya.."
"Ha.. ha.. ha.. Sama, Nit.. saya juga benar-benar merasakan nikmat yang yang nggak pernah saya bayangin sebelumnya. Sayang suami kamu nggak ikut yah, Nit," kata isteri saya.
"Gimana kalau kapan-kapan kita ajak suami kamu sekalian, boleh nggak, Nit?"
"Benar Lis.. Ide yang bagus, tapi kita nggak boleh ngomong langsung, Lis.. Musti kita pancing dulu.." kata si Nita.
"Setuju," sahut isteri saya.
"Gimana Her.. Boleh nggak?"
Untuk sesaat saya nggak bisa menjawab. Bayangin, masa saya musti berbagi isteri saya sama suaminya si Nita? Rasanya perasaan cemburu saya nggak rela. Tapi, ngebayangin sensasi yang akan terjadi kalau kita main berempat sekaligus.. Wah..
"Boleh, nanti kamu atur yah, Nit.. Biar saya bisa ngerasain lagi hangatnya