Sebuah perampokan di bank membawa pengalaman baru bagi istri seorang
pengusaha. Suaminya menganggap itu kejadian musibah biasa, tapi sang istri
menyimpan itu sebagai suatu rahasia. Diikat menjadi satu dengan Satpam bank
akhirnya membawa sensasi luar biasa. Cerita Seks Seru Chapter 1: Pandangan
Suami Perampokan bersenjata di bank siang itu membawa pengalaman traumatik bagi
Aris Hendrawan (35), seorang pengusaha mutiara. Siang itu ia bersama istrinya
Kristin (30) berada dalam bank tersebut untuk sebuah transaksi keuangan
perusahaan mereka. Suasana bank cukup ramai, bersama para nasabah lainnya Aris
dan Kristin mengantri menunggu layanan kasir. Tiga kasir bank sibuk melayani
nasabah, satu persatu. Lima orang lelaki perbusana serba hitam ditutup jaket
kulit hitam tiba-tiba masuk ke ruang tunggu dan langsung mengeluarkan senjata
api jenis pistol dan sebuah laras panjang.
“Jangan ada yang bergerak.. semuanya
diam, jangan membuat tindakan ceroboh atau kepala kalian akan pecah,” teriak
seorang lelaki yang memimpin. Ini perampokan, pikir Aris. Suasana sempat kacau
penuh teriakan dan para nasabah berhamburan, Aris mengikuti beberapa nasabah
yang lari ke lantai dua. Kawanan rampok itu kemudian menyebar, dua orang masuk
ke sisi kasir, sedangkan tiga lainnya sibuk mengacungkan senjata ke nasabah.
Seorang lainnya mengejar nasabah yang lari ke lantai dua. Aris dan enam nasabah
dilantai dua tak berkutik ditodong senjata, mulit mereka ditempel lakban,
sementara para nasabah di lantai dasar juga sudah sepi tak berani bersuara.
Kawanan rampok mengikat para nasabah. Ada yang tiga menjadi satu, ada yang dua
menjadi satu, dan semua mulut mereka ditempel lakban. Dari balkon dalam lantai
dua, bisa melihat semua di lantai satu, tapi ia mendadak khawatir karena tidak
melihat Kristin istrinya. Seorang perampok menjaga di pintu, satpam yang
berjaga di meja dalam juga tidak terlihat, hanya pakaiannya tergeletak di
lantai, mungkin ia ditelanjangi rampok. Dua kawanan rampok naik ke lantai dua
untuk memeriksa letak brangkas diantar seorang wanita kasir yang ditodong
pistol. Aris mencoba bergeser ke ujung balkon, ia mencari Kritin.Aris lega,
ternyata Kristin berada di sebuah lorong sempit menuju toilet. Aris meihatnya
terikat menjadi satu dengan seorang lelaki tegap, ia pasti satpam bank, karena
hanya mengenakan celana kolor dan kaos dalam. Tubuh Kristin dan satpam itu
terikat menyatu berhadapan dilakban melingkar dibagian pinggang dan dada.
Tangan mereka juga diikat lakban ke belakang. Keduanya berbaring dilorong
menyamping berhadapan, mulut masing-masing juga tertutup lakban. Dalam suasana
tegang itu, Aris melihat satpam dan Kristin terus berusaha melepas ikatan
mereka dengan cara bergerak terus bersamaan untuk melonggarkan lilitan lakban.
Perampokan berjalan hampir satu jam, sampai akhirnya kawanan rampok berhasil
kabur membawa jarahannya. Aris bersyukur, Kristin dan satpam bank akhirnya
terlepas dari ikatan. Si satpam kemudian membantu nasabah lainnya sementara
Kristin membuak ikatan Aris. “Untung kita nggak diapa-apakan ya ma..,” kata
Aris merangkul istrinya. Mereka kemudian pulang. Cerita Seks Seru Chapter 2:
Kasaksian Istri Bagi Kristin, perampokan di bank itu menimbulkan trauma sesaat
tetapi berakhir dengan sensasi seks yang selama ini tak pernah ia bayangkan.
Terikat di lorong sempit dengan tubuh berdempetan berhadapan dengan lelaki lain
membuat Kristin risih bukan kepalang, apalagi si lelaki hanya mengenakan kaos
dalam dan celana kolor. Tapi perasaan itu terkubur lantaran takut yang
dirasakannya melihat kawanan rampok bersenjata itu. Sekitar tiga menit
berbaring berhadapan seperti itu, Kristin melihat lelaki di depannya berhasil
membuka lakban di mulutnya setelah beruang keras mendorong lakban itu dengan
lidahnya. “Tenang bu.. saya Partodi satpam di bank ini. Maaf pakaian saya tadi
dilucuti rampok. Sepertinya sekarang mereka sedang membongkar brangkas dan tak
mungkin kembali ke mari, ayo kita berusaha lepaskan ikatan ini bersama ya..,”
kata satpam Partodi. Kristin mengangguk saja dan berharap upaya mereka
berhasil. Partodi kemudian melepaskan lakban di mulut Kristin dengan cara
menggigit sisi lakban dan menariknya. Kristin sempat terpekik merasakan perih
bibirnya tertarik rekatan lakban, tapi kemudian berusaha tenang. “Terus
bagaimana caranya,” tanya Kristin menanyakan cara mereka melepaskan ikatan
lakban di tubuh. Sepertinya sulit karena masing- masing tangan mereka terikat
ke belakang dililit lakban, sementara lakban lainnya melilit rapat menyatukan
bagian pinggang, perut mereka berdempetan. Partodi lalu menjelaskan pada
Kristin bahwa sifat karet pada lakban dapat digunakan sebagai kesempatan mereka
lolos dari ikatan. Caranya dengan terus bergerak agar lakban menjadi molor dan
longar elastis. “Kita masih punya kaki yang bebas bu. Saya akan membalik badan
dan ibu harus berusaha berposisi di atas saya. Setelah itu kaki ibu bisa
menjejak lantai mendorong ke arah atas tubuh saya… mungkin akan berhasil,” kata
Partodi. Ia segera mengubah posisi mereka dari yang sebelumnya berbaring miring
berhadapan, menjadi saling tindih, Kristin berada di atas. Ini dilakukan
Partodi agar Kristis tidak merasa berat jika Partodi yang berada di atas, sebab
bobot Partodi yang tinggi besar tentu akan menyesah Kristin bila tertindih.
Posisi Kristin sudah di atas tubuh Partodi. Ia menuruti perintah Partodi dan
mulai menggerakan badannya ke arah atas tubuh Partodi dengan menjejakkan kaki
di lantai. Tapi rok span yang dikenakannya menghalangi usaha Kristin
menjejakkan kaki secara maksimal mekantai, sebab ia harus lebih mengangkangkan
kakinya agar bisa melewati kaki Partodi di bawah kakinya. Kristin terus
berupaya dan akhirnya ia bisa mengangkangkan kaki lebih lebar, akibat gesekan
tubuh mereka, rok Kristin naik sampai bongkahan pantatnya terlihat. Tapi tak
apa, pikir Kristin, demi usahanya menjejak kaki ke lantai. Lagi pula Partodi
tak mungkin melihat pantatnya karena ia berada di bawah Kristin. “Terus goyang
bu.. sudah mulai longgar ikatannya,” Partodi berbisik pada Kristin. Entah
mengapa kata-kata “goyang” yang dibisikan Partodi membuat Kristin risih. Ia
baru sadar gerakannya berusaha melepas ikatan terkesan menjadi gerakan yang
erotis. Ia juga baru sadar kalau sejak tadi payudara 36Dnya terus menggerus
dada Partodi, dan gerakan demi gerakan yang menimbulkan gesekan di tubuh
keduanya mulai mempengaruhi libido Kristin. “Astaga.., bang Partodi. Apa ini..?
kok terasa keras.. Tolong bang, abang nggak boleh terangsang.. ini dalam
perampokan..,” Kristin berbisik balik ke Partodi saat merasakan sesuatu benda
mengeras hangat terasa di bawah pusar Kristin. Penis Partodi rupanya ereksi
setelah beberapa lama merasakan gesekan tubuh Kristin. “Oh.. ehh.. maaf bu..
saya sudah berusaha untuk mengabaikan rasanya tapi gesekan-gesekan itu
mengalahkan pikiran saya bu. Maaf bu.. tapi saya pikir ini alami bagi lelaki,
yang terpenting sekarang kita harus terus berusaha melepas ikatan ini bu..
sebelum perampok itu kembali ke mari,” Partodi agak gugup dan malu menyadari
Kristin mengetahui penisnya mulai bangun. “Ya sudah.. nggak apa-apa, asal bang
Partodi jangan macam-macam ya..,” kata Kristin. Ia sadar tak bisa menyalahkan
Partodi. Dan lagi benar apa Partodi bahwa itu sangat alami dan Kristin juga
merasakan hal yang sama, ada kenikmatan menjalari tubuhnya setiap kali gerakan
bergesek ia lakukan. Pikirnya, perampokan bank yang menyebabkan mereka berdua
berada dalam posisi terikat seperti itu, dan mereka harus bersama kompak
melepaskan ikatan tersebut. Kristin kembali memusatkan pikirannya pada upaya
melepaskan lakban. Ia kembali menggerakan tubuhnya menggesek tubuh Partodi dari
atas ke bawah dan sebaliknya dari bawah ke atas, agar ikatan lakban melonggar.
Upayanya cukup berhasil, kini jarak gesekan sudah bisa lebih jauh menandakan
lakban mulai longgar elastis. Bagian perut Kristin sudah bisa menjangkau perut
Partodi bagian atas, Kristin berusaha terus menjejak lantai agar tubuhnya
terdorong naik lebih jauh. “Ehmm bu.. coba lagi ke bawah.. terus dorong lagi ke
atas.. sudah mulai longgar lakbannya..,” suara Partodi semakin parau. Tubuh
Kristin yang terdorong ke atas membuat penis Partodi kehilangan sentuhan, sebab
selangkangan Kristin kini sudah diatas melewati ujung penisnya. Kristin setuju
dengan Partodi, mungkin gerakan harus kembali ke bawah lalu kembali lagi ke
atas sehingga ikatan lakban makin molor elastis. Tapi gerakan ke bawah yang
dilakukan Kristin justru membuat keadaan mereka berdua berubah. Pikiran
masing-masing milau terpecah antara kenikmatan yang mulai dirasakan atau upaya
melepas lakban. “Enghhh..,” Kristin melenguh kecil. Ia merasakan ujung penis
Partodi menyentuh CD yang dipakainya. Panis Partodi yang sudah sangat tegang
terdoring keluar dari balik celana kolornya, lantaran gesekan membuat kolornya
melorot. Kini, setiap gerakan Krsitin membuat koneksi ujung penis Partodi kian
terasa mendorong-dorong CD Kristin. Rasa nikmat kekenyalan itu terasa semakin
sering di bibir vagina Kristin yang terhalang CD. Kristin terus berupaya
memecah pikirannya agar tetap konssntrasi beregerak demi melepas ikatan lakban,
tapi semakin bergerak dan semakin gesekan terjadi membuah gairah seksualnya
terdongkrak naik. Lama-lama ia merasakan Cdnya membasah oleh cairan vaginannya
sendiri. Apalagi, dari bawah Partodi juga terus bergerak berusaha melepaskan
ikatan lakban ditanganya yang tertindih ke belakang. Hal ini membuat erotisme tersendiri
dirasakan Kristin. “Enghh.. ahhss..,” Kristin mendesah dan menghentikan
gerakannya. Ia menyadari kini posisi sudah sangat gawat. Gerakan-gerakannya
justru mengantar ujung penis Partodi mengakses bibir vaginanya lewat sisi kiri
CD-nya. Kristin merasakan kepala penis Partodi sudah berada tepat di tengah
bibir vaginanya yang basah dan sudah tidak terhalang CD yang kini melenceng ke
samping. “Hmm.. bu, kenapa berhenti.. sudah hampir lepas ikatannya nih..,”
Partodi terus bergerak berusaha melepas ikatan tangannya. Tapi ia juga
merasakan penisnya sudah menyentuh kulit vagina Kristin secara langsung, karena
sisi CD kristin yang membasah tergeser ke samping. Kristin berusaha
mengembalikan konsentrasinya, dan berusaha menjejak kaki ke lantai agar
tubuhnya naik dan vaginanya menjauh dari penis Partodi. Namun upayanya gagal,
kini ikatan lakban justru mengancing posisi itu, Kristin tak mungkin naik,
hanya bisa turun ke bawah beberapa kali lalu naik lagi setelah ikatan melonggar
kembali. Kristin mulai putus asa. Ia harus bisa lebih cepat melepaskan ikatan
lakban itu sebelum penis Partodi mengakses lebih jauh vaginanya. Pikiran
sadarnya masih berjalan dan menyadari sesaat lagi ia akan disetubuhi Partodi,
dalam keadaan terpaksa begitu. Konsentrasi Kristin gagal. Gerakan Partodi dari
bawah membuat kepala penisnya mulai masuk membelah bibir vagina Kristin.
“Ough..,” Partodi tak kuasa menahan desah kenikmatan merasakan kepala penisnya
menguak bibir vagina Kristin. Ia terus bergerak berusaha melepas ikatan
ditangannya yang tertindih tubuh, tapi setiap gerakannya membuat kepala
penisnya mulai bermain keluar masuk di bibir vagina Kristin. Hal itu memberi
sensasi kenikmatan pada Kristin, ia masih berusaha diam diatas tubuh Partodi
sampai ada kesempatan menjejak kaki agar vaginanya menjauh dari penis Partodi.
Kristin akhirnya berspekulasi. Sekali gerakan ke bawah, lalu sekuat tenaga
menjejak kaki ke lantai tentu akan membantunya menjauhkan vaginanya dari penis
Partodi. “Enghhsshh.. ahh.., bang jangan gerak duluhh.. ini nggak boleh terjadi
bang, saya wanita bersuami dan abang pasti sudah beristri kan?.” kata Kristin,
wajahnya bersemu merah. Tubuh dan wajah Kristin serta kulitnya yang putih mirip
dengan artis Mona Ratuliu. “Iya bu.. saya juga pikir begitu. Tapi bagaimana
lagi, posisi kita sulit berubah selama ikatan ini..,” jawab Partodi, ia juga
menjadi serba salah dengan posisi itu. “Oke bang.. sekarang gini aja.. saya
akan bergerak turun, dan mungkin itu akan terjadi.. anu abang bisa masuk ke anu
saya.. tapi itu hanya sekali ya, dan saya akan mendorong ke atas membuatnya
lepas lagi. Setelah itu kita konsentrasi lagi untuk melepas lakban sialan
ini..,” kata Kristin dengan nafas berat. “Iya.. iya. Terserah ibu. Tapi tolong
saya jangan dilaporkan ke atasan saya apalagi polisi bu. Kalau kontol saya
masuk ke pepek ibu.. nanti saya dibilang memperkosa,” Partodi polos ketakutan.
“Hnnggaak bang.. ini kan karena perampokan sialan itu, jadi bukan salah saya
atau abang.. kita sama-sama berusaha keluar dari masalah ini kok.. sekarang
abang diam ya.. saya akan berusaha. Ehmm… enghhmmmpp… ahssstt banngghh…
ahhhkksss,” Kristin mengerakan tubuhnya bergeser ke bawah. Gerakan itu membuat
bibir vaginanya yang sudah menjepit ujung penis Partodi menelan setengah penis
itu. Partodi agak hitam kulitnya, tapi wajahnya manis seperti artis Anjasmara,
dan badannya kekar. Penis Partodi dirasakan Kristin lebih besar dan padat dari
penis Aris suaminya. Kristin merasakan sensasi nikmat saat kepala penis Partodi
terbenam di vaginanya. “Ayo bu.. dorong lagi ke atas biar lepas,” Partodi
khawatir karena kini penisnya sudah mulai menyetubuhi Kristin. “Iya bang..
hmmmpphh aahhss… banghhsss.. emmpphh.. ahssss,” Kristin berusaha menjejak kaki
ke lantai agar tuuhnya terdorong ke atas dan penis itu lepas dari vaginanya, tapi
keadaan tak berubah, ikatan lakban mengancing bagian pinggang mereka membuat
Kristin tak mungkin menaikkan tubuhnya. “Akhhss.. bangghh.. gimana inihh..
ahsss..,” Kristin kembali diam tak bergerak, separuh penis Partodi yang
dirasanya mebuat nafasnya semakin berat. “Oke.. sekarang ibu diam saya biar
tidak semakin masuk kontol saya. Saya akan berusaha melepas ikatan tangan saya
bu.. engghhh,” Partodi mengangkat pinggulnya dan pantatnya menjauh dari lantai
agar tangannya bisa bergerak bebas, lalu berusaha melepas dua tangannya dari
ikatan lakban. Peluh sudah membasahi tubuh keduanya. Partodi melakukan itu
beberapa kali. Pinggul dan pantatnya yang terangkat menjauh dari lantai membuat
akses penisnya masuk lebih dalam ke vagina Kristin. Kristin sudah pecah konsentrasi,
kini pikirannya hanya merasakan kenikmatan separuh penis Partodi yang keluar
masuk perlahan ke vaginanya mengikuti gerakan pinggul Partodi. “Akhhss
bangghhss ouhh.. akhhh.. ahkkk… enghhhmm,” Kristin semakin mendesah, kini
pinggul Kristin melayani gerakan Partodi, ia malah berusaha agar penis Partodi
terasa lebih dalam di vaginanya. Tangan Partodi sudah terlepas dari ikatan dan
kini bebas. Tapi libido yang sudah tinggi membuat Partodi bukannya melepaskan
ikatan lakban di pinggang mereka, ia justru membuak kancing-kancing baju
Kristin dan meremasi payudara Kristin. “Emmphhh… banghhsss emmphhhhsss,”
Kristin semakin hilang kendali diperlakukan seperti itu, kini bibirnya
menyambut bibir Partodi, mereka berkecupan sangat dalam dan cukup lama. Partodi
meloloskan susu Kristin dari Bra-nya dan mulai menghisapi payudara Kristin,
lalu kedua tangannya mengarah ke bawah dan mengamit sisi CD Kristin agar
penisnya mengakses jauh vagina Kristin. Saat itu penisnya sudah bisa masuk utuh
ke vagina Kristin, tangannya menekan dan meremasi pantan Kristin membuat
Kristin semakin mendesis. “Ouhgg.. ahhgg.. bu.., tangan saya sudah lepas.. kita
bebasin dulu ikatannya atau bagaimana? ouhgg,” Partodi bertanya sambil menahan
kenikmatan digenjot Kristin. Ya pinggul Kristin sudah cukup lama menggenjot
Partodi membuat penis Partodi bebas keluar masuk ke vagina Kristin. “Akhh
banghh… sshh.. terserah abanghhh sekaranghhh.. ouhss..,” Kristin sudah sangat
melayang merasakan kenikmatan penis Partodi, apalagi rangsangan Partodi secara liar
di payudaranya membuatnya semakin hilang kendali. “Baik buhh.. akhh.. kalau
begituhh kita tuntaskan duluh.. ouhsss..,” Partodi kemudian melepaskan ikatan
tangan Kristin tapi membiarkan ikatan di pinnggang mereka tetap seperti semula.
“Iyaahh banghh.. terusinnn duluhh… akhhsss.. ouhh…,” tangan Kristin yang sudah
bebas langsung merangkul leher Partodi dan keduanya kembali saling berpagutan,
sementara gerakan pinggul Kristin semakin liar. Masih disatukan dengan ikatan
di pinggang, Partodi membalik tubuh Kristin sehingga kini Kristin ditindihnya.
Ia lalu menggenjot pantatnya membuat penisnya membobol vagina Kristin secara
utuh. Cairan vagina Kristin menimbulkan bunyi kecilpakan setiap kali
berbenturan dengan pangkal penis Partodi. Kristin merasakan gerakan Partodi
makin keras dan makin cepat mengakses vaginanya, kenimatan mulai memuncak di
klitorisnya seolah mengumpul panas hingga bongkahan pantatnya. Ia mengimbangi
gerakan Partodi dengan menggoyang pinggulnya. “Oughh.. banghhhss… akhhsss..
sayaahhh banhgg… akhhhsss say..ah.. sampaaiiihhh bangghhsss… ouhhhggg…,”
Kristin merasakan klimaksnya memuncak, pertahanannya bobol dihantam penis
Partodi yang terus menerus menghujam. Tubuhnya menegang merasakan kontraksi
otot vaginanya berkedutan intens mengantar kenimatan puncak. “Aghh… ahhh… yehh…
buhhh… akhhsss uhhh… mmmpphhh..,” Partodi membenamkan seluruh penisnya ke
vagina Kristin dan melepas spermanya menyembur dinding rahim Kristin sambil
bibirnya langsung melumat bibir Kristin. Tubuh keduanya seakan menegang bersamaan
mencapi klimaks seksual. Beberapa saat setelah itu, Partodi lalu melapas
iakatan lakban yang menyatukan pingang mereka. Mereka berdua lalu merapihkan
busana masing- masing. Perampokan baru saja usai, dan kawanan perampok sudah
meninggalkan bank dengan barang jarahannya. “Emm.. bu.. maafkan atas yang bausn
terjadi bu. Saya hilaf… engg..,” “Sudah.. sudah bang. Lupakan saja ya.. saya
juga hilaf..,” Kristin memotong pembicaraan Partodi. Keduanya lalu berkenalan
lebih jauh dan berjanji untuk sama-sama menyimpan kejadian itu hanya di antara
mereka berdua. Keduanya lalu berpisah, Partodi menolong membebaskan nasabah
bank di ruang tunggu, sementara Kristin mencari Aris suaminya yang terikat di
lantai dua. Kristin menjaga rahasia bahwa apa yang dilihat Aris dari lantai dua
tak seperti yang sesungguhnya terjadi dan dinikmati olehnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar