Pengalamanku
Di Ruang Komputer
Hampir tidak percaya bahwa hari telah larut malam. Aku masih berada di
ruang komputer kampus sendirian. Pegal rasanya seharian menulis tugas yang
harus diserahkan besok pagi. Untunglah akhirnya selesai juga. Sambil melepas
lelah iseng-iseng aku buka internet dan masuk ke situs-situs porno. Aku membuka
gambar-gambar orang bersenggama lewat anus. Mula-mula terasa aneh, tapi makin
lama aku merasakan fantasi lain. Aku merasakan erangan perempuan yang kesakitan
karena lubang duburnya yang sempit ditembus dengan kemaluan yang mengeras. Ah..
khayalanku semakin jauh. Cerita Seks Dewasa Terbaru 2015 – Pengalamanku Di
Ruang Komputer Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara pintu ruangan membuka dan
menutup. Hii.. aku lihat sudah jam 22:30, malam-malam begini pikiranku jadi
membayangkan hal-hal menakutkan. Tapi kemudian aku dikagetkan lagi ketika
melihat seorang perempuan membawa map berisi beberapa lembar kertas dan dua
buah buku tipis masuk kemudian menaruhnya di sebelah komputer, lalu menyalakan
komputer dan mengetik. Komputernya terhalang tiga meja komputer di sebelahku.
Aku jadi lega, sekarang ada teman, walaupun dia tidak memperhatikan aku sama
sekali. Aku perhatikan dari samping, wajahnya manis dengan hidung yang kecil
dan mancung. Kulitnya tidak terlalu putih, tapi mulus dengan jaket jeans lengan
pendek yang dikenakannya, dia tampak cantik. Tapi, akh peduli amat. Aku
melanjutkan buka-buka situs tadi, anganku semakin menerawang, kemaluanku agak
menegang. Dan akhirnya aku melirik pada perempuan di ruangan itu, dan langsung
aku melirik pantatnya. Besar! pikirku. Tiba-tiba saja aku membayang kalau
kemaluanku merobek-robek pantatnya yang menggiurkan itu. Aku jadi deg-degan,
semakin dibayangkan semakin menjadi-jadi kemaluanku menegang. Sampai akhirnya
aku nekat mendekati dia. Aku mencoba menenangkan diriku agar tampak normal.
“Ma’af.. sedang mengerjakan tugas?” suaraku sedikit bergetar. Dia melirikku
sebentar lalu matanya tertuju lagi ke layar komputer, sambil menjawab, “Iya..
Mas.. aku kelupaan menuliskan beberapa judul buku dalam daftar kepustakaan,
cuma dikit kok.” “Rumahnya deket sini?” “Iya di asrama, dan saya biasa kerja
malam-malam begini,” jawabnya. “Nah.. selesai deh,” dia membereskan
kertas-kertas, lalu terdengar suara mesin printer bekerja. Dia mengambil
hasilnya dan kelihatan puas. “Bisa pulang sama-sama?” aku bertanya sambil
mataku sebentar-sebentar mencuri pandang ke arah pantatnya yang kelihatan besar
membayang dibalik celana trainning kain parasitnya. Aduh, dadaku mendesir.
“Sebentar aku tutup dulu komputerku ya..” Aku bergegas pergi ke komputerku.
“Mas sedang ngerjakan apaan?” Aku kaget tidak menyangka kalau dia mengikuti
aku. “Ah.. ini.. iseng-iseng aja buka-buka internet, capek sih ngetik serius
terus dari tadi.” “Eh.. gambar-gambar gituan yaa? Hi ih!” dia mengangkat
bahunya, tapi mulutnya tersenyum. “Ah.. iseng-iseng aja.. Mau ikutan
liat-liat?” tiba-tiba keberanianku muncul. Dan di luar dugaan dia tidak
menolak. “Tapi bentar aja yaa.. entar keburu malam!” dia langsung duduk di
kursi sebelahku. Makin lama kami makin asyik buka-buka gambar porno, sampai
akhirnya, “Aku mau pulang deh Mas. Udah malem.. Aku bisa pulang sedirian..
deket kok.” Dia siap berdiri. Tapi dengan reflek tanganku cepat memegang
pergelangannya. Dia terkejut. Aku sudah tidak memperdulikan apa-apa lagi,
kecuali mempraktekkan gambar-gambar yang dilihat tadi. Kemaluanku sudah
menegang. Tanpa basa basi aku langsung menduduki pahanya dan langsung melumat
bibirnya. “Umh.. mh..” dia berusaha meronta dan menarik kepalanya ke belakang,
tapi tangan kiriku cepat menahan belakang kepalanya, sementara tangan kananku
sudah memegang buah dadanya, memutar-mutar, dan meremas-remas putingnya.
Gerakan perempuan itu makin lama makin lemah, akhirnya aku berani melepaskan
ciumanku, dan beralih menciumi bagian-bagian tubuh lain, leher, belakang
telinga, kembali ke leher, lalu turun ke bagian belahan buah dadanya. Aku
melihat dia juga menikmatinya. Matanya mulai sayu, bibirnya terbuka merekah.
“Namamu siapa?” aku tampaknya agak bisa mengendalikan keadaan. Dia tidak menjawab.
Hanya matanya yang sayu itu memandang kepadaku. Aku tidak mengerti maksudnya.
Tapi ah tidak perduli aku mengangkat berdiri tubuhnya, lalu aku duduk di kursi,
kutarik badannya dan dia duduk di pangkuanku. “Ehh.. hh..” dia berdesah ketika
kepalaku menyeruduk buah dada yang masih terhalang T-shirt merah muda di balik
jaket jeans yang terbuka kancingnya. Tanganku segera menaikkan kaosnya,
sehingga tampak bagian bawah dadanya yang masih berada di balik BH. Kunaikkan
BH-nya tanpa melepas, dan kembali mulutku beraksi pada putingnya, sementara
tanganku meremas-remas pantatnya dan pahanya. “Oohh.. Mas.. Mas.. Aoohh..” aku
semakin menggila mendengar desahnya. Lalu aku ingin melaksanakan niatku untuk
menembuskan batang kemaluanku ke pantatnya. Kubalikkan badannya sehingga dia
membelakangiku. Aku pun berdiri dan menurunkan celana trainingnya dengan mudah.
Dengan tidak sabar celana dalamnya pun segera kuturunkan. Aku duduk dan kutarik
badannya sehingga pantatnya menduduki kemaluanku. “Aghh.. Uhh” aku terkejut karena
kemaluanku yang sedang menegang itu rasanya mau patah diduduki pantatnya. Tapi
nafsuku menghilangkan rasa sakit itu. Aku genggam kemaluanku dan kutempelkan ke
lubang duburnya, lalu kutekan. “Aaah..” dia menjerit, tubuhnya mengejang ke
belakang. Tapi kemaluanku tidak bisa masuk. Terlalu sempit lubangnya.
Keberingasanku makin menjadi. Aku dorong tubuhnya sehingga posisi badannya
membungkuk pada meja komputer. Pantatnya kelihatan jelas, bulat. Pelukanku dari
belakang tubuhnya membuat dia tertindih di meja. Kutempelkan kemaluanku pada
lubang pantatnya. Sementara tangan kiriku meremas buah dada kirinya. Mulutku
pun tidak henti-hentinya menggerayangi bagian belakang leher dan punggungnya.
Dengan sekali hentak paksa, kudorong masuk kemaluanku. “Aih.. ah uh aoowww..”
aku pun mersa sedikit kesakitan, tapi kenikmatan yang tiada taranya kurasakan.
“Jangan.. aduh aahh sakiit, tidak deh.. ahh..” Aku semakin bernafsu mendengar
rintihannya. Sambil memeluk buah dadanya., kutarik dia berdiri. Lalu aku pun
menggerakan kemaluanku maju mundur, mulutku menciumi pipinya dari samping
belakang, sementara tanganku meremas buah dadanya, seolah-olah ingin menghancur
lumatkan tubuh perempuan yang sintal itu. Perempuan itu tidak henti-hentinya
merintih, terutama ketika kemaluanku kudorong masuk. Beberapa tetes air mata
menggelinding di pipinya. Mungkin kesakitan, aku tidak tahu. Tapi apa daya aku
pun sudah tidak kuat menahan keluar air maniku lagi dan tubuhku mengejang,
perempuan itupun mengejang dan merintih, karena tanganku dengan sangat keras
meremas buah dadanya. Badannya ikut tertarik ke belakang, dan mulutku tanpa
terasa menggigit lehernya. “Ouhh.. hh..” kenikmatan luar biasa ketika
kemaluanku menyemburkan air maniku ke pantatnya. Hangat sekali. Aku terduduk
dia pun terduduk di atas kemaluanku yang masih menancap di pantatnya. Kepalaku
terkulai di punggungnya. Perempuan itu memandang ke arah layar komputer dengan
pandangan kosong. Sementara tetes air matanya masih terus membasahi pipinya.
“Ma’afkan aku.. Aku tidak kuat nahan diri,” aku mencoba menghiburnya. Tapi dia
tidak menjawab. “Siapa namamu?” tanyaku dengan lembut. Kembali dia membisu.
“Aku mau pulang.. kamu tidak perlu nganter aku.. biar orang-orang tidak tanya
macem-macem,” katanya dengan suara perlahan. “Aku sebenarnya tau siapa kamu..
Mas,” dia berbicara tanpa menoleh ke arahku. “Ha.. aku..” aku tekejut. “Ya..
karena aku temen baru pacarmu, Yuni, aku pernah liat foto-fotomu di tempat
dia.” Kali ini dia menatapku dengan tajam. “Tapi.. aku sama sekali tidak
nyangka kelakuanmu seperti ini,” selesai dia menaikkan celana dan membetulkan
BH dan T-shirtnya. “Tapi tidak usah khawatir aku tidak bakalan cerita kejadian
ini, aku takut ini akan melukai hatinya. Dia setia sama kamu,” lanjutnya. “Kamu
tidak.. kasian ama dia?” Aku terdiam, termangu, bahkan tidak menyadari kalau
dia sudah berlalu. Akhir-akhir ini aku tahu nama gadis itu Rani, memang dia
teman pacarku, Yuni. Aku menyesali perbuatanku. Rani tetap baik pada kami
berdua. Kami bahkan menjadi kawan akrab. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Entah sampai kapan dia akan menyimpan rahasia ini. Aku kadang-kadang khawatir,
kadang-kadang juga memandang iba pada Rani. Oh, aku telah menghancurkan gadis
yang tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar