Jalan Jalan Malam
Kisah ini aku
alami pada saat demam Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Seperti biasa, hari
itu aku pulang dari kantor tepat jam 5 sore. Setibanya di rumah, aku langsung
menuju kamar tidurku lalu bersiap-siap untuk mandi kemudian makan malam.
Setelah selesai makan, Winnie, adik perempuanku mengingatkan bahwa Brazil,
salah satu tim sepakbola favoritku, akan bertanding melawan Portugal pada pukul
9 malam nanti. “Masih lama nih bolanya. Luluran dulu ah…” kataku dalam hati
sambil menuju kamar tidur. Sebenarnya dulu aku bukanlah gadis yang terlalu
memperhatikan perawatan tubuh. Namun karena tuntutan dari pacarku, saat ini aku
Cerita Seks Dewasa Terbaru 2015 Jalan Jalan Malam mulai lebih sering merawat
tubuh. Mulai dari mandi dengan sabun khusus, luluran hingga perawatan di tempat
kecantikan. Sekarang aku sudah bisa menuai hasil kerja kerasku merawat tubuh.
Kini aku mempunyai kulit yang lebih putih dan halus. Setelah sekitar 1 jam aku
luluran, terdengar teriakan Winnie dari ruang TV “Teh! Bolanya udah mau maen tuh!!”
Aku pun segera membereskan perlengkapan luluran milikku sebelum akhirnya keluar
dari kamar tidur dan menuju ke ruang TV. Ketika berada di ruang TV aku sempat
bingung karena hanya melihat Winnie saja di sana. “Nie, Ayah lagi nggak ada di
rumah ya?” tanyaku. “Ada di kamar kok Teh…” jawabnya singkat. “Kok tumben nggak
ikutan nonton Nie? Biasanya Ayah nggak mau ketinggalan kalo lagi ada siaran
Piala Dunia…” tanyaku lagi. “Nggak tau tuh. Ngantuk kali!” jawab Winnie
seadanya sambil tetap memperhatikan layar TV. Tak lama setelah aku duduk di
sofa ruang TV, pertandingan pun dimulai. Sebenarnya aku bukanlah penggemar
fanatik sepakbola seperti Ayah dan Winnie. Aku hanya mengikuti pertandingan
beberapa tim saja, seperti Brazil, Argentina dan juga Spanyol. “Sayang banget
sih Kaka nggak bisa main…” aku mengeluh karena pemain idolaku tidak dapat
bermain karena terkena hukuman kartu merah pada pertandingan sebelumnya. Tanpa
terasa babak pertama yang menegangkan berakhir sudah. Mungkin karena tadi aku
terlalu bersemangat dalam memberi dukungan kepada Brazil, aku merasa bahwa
udara di dalam rumah menjadi sangat gerah. Akhirnya sambil menunggu babak kedua
dimulai aku memutuskan untuk keluar rumah. “Nie, Teteh keluar bentar yah… Gerah
banget nih di dalem…” kataku kepada Winnie. “Iya Teh… Tapi jangan lama-lama…
Entar keburu mulai babak keduanya…” kata Winnie mengingatkan. “Iya… Sebentar
aja kok…” jawabku sembari mengikat rambut. Akhirnya aku memutuskan untuk
berjalan-jalan di sekitar rumahku saja. Malam itu aku memakai baju tipis dan
ketat berwarna abu-abu serta celana merah muda yang berukuran cukup pendek.
Karena tadinya aku tidak berniat untuk keluar rumah, maka aku sengaja tidak
memakai bra. Aku sempat memperhatikan putingku tercetak cukup jelas di bajuku
ini, tapi aku cuek saja karena aku pikir hanya keluar sebentar dan tidak akan
jauh-jauh dari rumah. Setelah menutup pintu depan dan gerbang, aku pun mulai
berkeliling di daerah sekitar rumahku. “Kok tumben ya sepi banget? Pasti karena
lagi ada bola deh…” pikirku karena tidak biasanya di sekitar rumahku yang masih
terhitung daerah perkampungan sudah terlihat sepi pada pukul 10 malam. Tanpa
terasa cukup jauh juga aku berjalan dari rumahku hingga akhirnya aku sampai di
sebuah pos jaga. Dari kejauhan aku dapat melihat ada empat orang Bapak-Bapak di
dalam pos jaga tersebut. Karena penasaran, aku kemudian berjalan mendekati pos
jaga yang hanya diterangi oleh pencahayaan seadanya. Ukurannya memang tidak
terlalu besar, namun dapat untuk menampung hingga enam orang dewasa. ‘Tok… Tok…
Tok…’ aku mengetuk tiang pos jaga tersebut dengan cukup kencang supaya
Bapak-Bapak itu dapat mendengarnya. “Permisi Bapak-Bapak…” kataku sopan sambil
berdiri di depan pintu. “Eeh, ada Neng Tita…” jawab seorang Bapak yang posisi
duduknya paling dekat pintu. Akhirnya aku dapat mengenali siapa saja yang
sedang berada di pos jaga tersebut. Bapak yang duduk paling ujung bernama Pak
Wawan, orangnya botak dan gendut tapi terkenal dengan keramahannya. Di
sebelahnya bernama Pak Diman, berbadan besar, berkulit hitam, serta wajahnya
yang menurutku sangat jelek. Lalu ada Pak Jono, berkulit hitam, rambutnya penuh
dengan uban serta memiliki badan paling kurus bila dibandingkan dengan yang
lainnya. Dan yang terakhir adalah Bapak yang duduk paling dekat dengan pintu
tadi bernama Pak Bara. Kumisnya yang tebal menambah kegarangan wajahnya yang
sangar dan penuh luka. Aku maklum saja, karena dulu Pak Bara adalah preman di
daerah sini. Mereka semua adalah tetanggaku yang kutaksir usianya kira-kira
sama dengan ayahku. “Neng Tita ngapain malem-malem gini keluar rumah?” sapa Pak
Wawan. “Cari angin aja Pak. Abis gerah banget di rumah…” aku mengatakan hal
tersebut sambil mengibas-ngibaskan leher bajuku. “Oh gitu… Tapi emangnya Neng
Tita nggak takut keluar rumah sendirian?” tanya Pak Bara. “Kan ada Bapak-Bapak
yang lagi ngeronda… Jadi saya bisa tenang deh…” jawabku sambil tersenyum.
Sekilas aku dapat melihat keempat Bapak itu memandangi puting payudaraku yang
semakin tercetak jelas di baju ketatku akibat keringat yang membasahi tubuh bagian
depanku. Mungkin karena sadar aku melihat mereka dengan tatapan curiga, mereka
semua langsung terlihat salah tingkah dan mulai mengalihkan pandangan mereka ke
arah TV yang sudah menayangkan pertandingan babak kedua. “Oh iya… Saya boleh
ikutan nonton bola bareng Bapak-Bapak nggak?” tanyaku supaya mencairkan
suasana. “Emangnya Neng Tita suka nonton bola juga yah?” tanya Pak Diman.
“Lumayan suka juga sih. Apalagi kalau lagi pas Piala Dunia kayak sekarang…”
jelasku kepada Pak Diman. “Ya udah nonton bareng-bareng aja di sini! Saya sih
seneng banget kalo Neng Tita mau nemenin kita-kita nonton bola. Betul kan
Bapak-Bapak?” balas Pak Wawan dengan tersenyum lebar sehingga menunjukkan
giginya yang tidak terawat. “Betul!!” Jawab Bapak-Bapak yang lain dengan serempak.
Aku hanya bisa menahan tawa mendengar jawaban dari Bapak-Bapak tersebut yang
seperti murid sekolah saat sedang menjawab pertanyaan dari gurunya. Karena
merasa akan lebih seru menonton pertandingan bola bersama mereka, tanpa pikir
panjang lagi aku pun masuk ke dalam pos jaga tersebut lalu mengambil posisi
duduk tepat di tengah-tengah mereka berempat. Tiba-tiba aku teringat dengan
adik perempuanku yang masih menunggu di rumah. Agar dia tidak kuatir aku pun
mengirim SMS bahwa aku sedang menonton bola di rumah tetanggaku. Aku juga
mengingatkannya agar tidak perlu mengunci gerbang dan pintu depan apabila aku
pulang agak malam. Setelah yakin SMS-ku sudah terkirim, aku pun menonton bola
bersama bapak-bapak tersebut sambil menikmati hidangan seadanya. Terkadang aku
dapat mendengar ungkapan-ungkapan kasar keluar dari mulut mereka ketika
mengomentari jalannya pertandingan. “Aduuuh… Maap yah Neng kalo kata-kata kami
kasar…” kata Pak Bara. “Aahh… Nggak apa-apa kok Pak… Namanya juga lagi nonton
bola…” sahutku memaklumi. “Iya nih Neng Tita… Abisnya kami nggak biasa ngeronda
ditemenin sama perempuan… Hehehe…” timpal Pak Diman yang membuatku tertawa.
Walaupun sedang serius menonton bola, aku dapat merasakan mata mereka tidak
henti-hentinya mencuri pandang ke arah paha putih mulusku dan juga ke bagian
payudara yang seolah-olah mengalahkan daya tarik pertandingan Brazil melawan
Portugal. Mereka terus menatapnya dengan tidak berkedip atau lebih tepatnya
tidak mau berkedip. Aku yakin saat ini mereka semua pasti mulai terangsang dan
ingin sekali dapat menikmati tubuhku. Sebenarnya aku sempat merasa takut juga
dengan tatapan penuh birahi dari mereka yang seolah-olah membuat tubuhku
seperti tidak memakai sehelai benang pun. Namun karena libidoku saat itu sedang
cukup tinggi, maka terlintas di pikiranku untuk mulai menggoda bapak-bapak
tersebut. Apalagi selama ini aku belum pernah memiliki pengalaman melakukan
persetubuhan dengan orang yang jauh lebih dewasa. “Hoaaaaaahm…” aku
berpura-pura mengantuk lalu menyenderkan badanku di dinding pos jaga. Kemudian
aku menutup kedua mata supaya Bapak-Bapak itu dapat merasa lebih leluasa untuk
menggerayangiku apabila aku sedang dalam keadaan tertidur pulas. Dan tepat
seperti dugaanku tadi, setelah aku pura-pura tertidur, aku merasakan kedua tanganku
diangkat ke atas oleh salah seorang dari mereka. Lalu orang tersebut mulai
memegangi pergelangan tanganku dengan cukup kencang. “Kayaknya godaanku udah
mulai berhasil nih…” kataku dalam hati. “Eh, tutup dulu pintunya biar aman…”
walaupun mataku tertutup, aku dapat mengetahui bahwa suara tadi adalah milik
Pak Wawan. Tidak lama setelah aku mendengar suara pintu pos jaga ditutup, aku
merasakan ada sebuah tangan mulai meraba-raba pahaku yang kemudian disusul oleh
sebuah tangan yang besar dan kasar menyusup masuk ke dalam bajuku lalu
meremas-remas kedua buah payudara milikku sekaligus memainkan putingnya.
Mungkin karena melihat aku tetap tertidur, perlahan-lahan tangan yang tadinya
meraba-raba pahaku mulai merambat ke atas hingga sampai ke payudaraku. Aku bahkan
dapat mendengar suara nafas mereka yang semakin memburu. Tampaknya mereka sudah
terbakar nafsu. Aku sendiri berusaha keras meredam gairahku yang mulai naik.
“Eeeeeennggh…” aku akhirnya mengeluarkan desahan lembut menggoda ketika
merasakan ada dua buah tangan secara bersamaan memilin kedua puting payudaraku.
Sementara itu aku merasakan ada sepasang tangan lain yang menarik celana pendek
dan juga celana dalamku hingga melewati kedua kakiku. “Memeknya cakep amat…!
Nggak ada jembutnya…” terdengar suara berbisik di bawah sana. Perasaanku
seperti tersengat ketika dengan perlahan jari-jari tangan tersebut mulai
menyentuh dan menekan-nekan vaginaku yang sudah tidak tertutup apapun.
Jari-jari tadi merayap masuk dan menyentuh dinding kewanitaanku sehingga birahiku
naik dengan sangat cepat. Tiba-tiba aku merasakan benda tumpul dan basah, yang
kuduga itu adalah sebuah lidah, mulai menyentuh bagian dalam vaginaku. Saat
itulah aku pura-pura mulai tersadar lalu membuka kedua mataku dengan pelan.
“Eennngghh… Kuraaaang ajaaaarr!!” teriakku pura-pura marah agar tidak terkesan
seperti aku yang menginginkannya. “Toloong Paak…!! Ja-jangaaan!! Jaaangaaa…
Mmmmmhhh…!!!” kataku terputus karena tiba-tiba mulutku dibekap oleh seseorang
yang tadi ada di belakangku. Aku melanjutkan sandiwaraku dengan terus
meronta-ronta karena tidak ingin menjatuhkan harga diriku di depan mereka.
Rupanya Pak Diman dan Pak Jono yang memainkan kedua buah payudaraku, sedangkan
Pak Bara asyik menikmati vaginaku dengan lidahnya. “Pantes aja ada rasa gelinya…”
pikirku dalam hati karena kumis Pak Bara terus menggesek-gesek bibir luar
vaginaku sehingga menimbulkan sensasi yang berbeda. Akhirnya aku benar-benar
larut dalam kenikmatan yang sedang melanda diriku. Tubuhku serasa lemas tak
berdaya membiarkan mereka menjarah seluruh bagian tubuhku. Aku benar-benar
terbuai dikeroyok seperti ini. Melihatku semakin pasrah, Pak Diman dan Pak Jono
mulai mengangkat kaosku ke atas hingga kedua payudaraku terlihat. “Waaaah
teteknya Neng Tita mulus bangeeet!!” komentar Pak Diman yang tepat berada di
depan payudara kananku. “Bener Pak Diman!! Udah pahanya mulus, teteknya putih
lagi…” tambah Pak Jono ikut mengomentari payudaraku yang putih mulus terpampang
dengan jelas di depan matanya. “Mendingan Neng Tita nurut sama kita-kita aja
deh! Daerah sekitar sini kan udah pada sepi… Jadi percuma aja kalo mau teriak…”
kata Pak Wawan dengan nada sedikit mengancam. Aku hanya bisa menganggukkan
kepala tanda setuju walaupun masih sedikit terkejut dengan ancaman Pak Wawan
tadi. Karena yakin sudah menguasaiku, pelan-pelan Pak Wawan melepaskan
bekapannya pada mulutku sehingga aku merasa sangat lega. Baju yang tadinya
masih menempel pada bahuku mulai dilepas oleh Pak Wawan hingga kini aku pun
sudah dalam keadaan telanjang bulat. Melihat diriku yang sudah pasrah tak
berdaya mereka mulai mengerubuti dan menggerayangi tubuhku. Pak Diman dan Pak
Jono meremas-remas kedua payudaraku dengan brutal sehingga membuat tubuhku
merasa panas dingin. Tidak cukup puas hanya meremas-remas buah dadaku saja, Pak
Diman kemudian menghisap payudaraku yang sebelah kanan, sedangkan Pak Jono
mengenyot payudara bagian kiriku. “Aaaaaaaaaaaah….” aku berteriak akibat
perlakuan mereka pada tubuhku. “Teteknya Neng Tita emang manteb banget dah!!”
ujar Pak Diman. Kelihatannya Pak Bara sama sekali tidak tertarik dengan apa
yang dilakukan oleh teman-temannya terhadap tubuh bagian atasku. Dia masih
terlihat menikmati bibir luar hingga rongga dalam vaginaku lalu melakukan
jilatan-jilatan dan menyedotnya. Tubuhku menggelinjang merasakan birahi yang
memuncak karena merasa geli sekaligus nikmat di bawah sana. “Memek cewek jaman
sekarang emang enaaak…!! Emmmhh… Udah gitu wangi banget lagiii…!! Sluuuurp…”
kata Pak Bara di sela-sela menikmati vaginaku. “Jilatiiiin terrrrusss vaginaaa
sayaaa Paaak!!! Ooooooohhh… Aaaaaaahhh…” aku mengerang-erang keenakan. Sekarang
Pak Diman, Pak Jono dan Pak Bara sudah mendapatkan jatah mereka masing-masing.
Pak Wawan yang sepertinya juga tidak ingin ketinggalan mulai menciumi leher
mulusku yang semakin menggiurkan karena basah oleh keringat. Rambutku yang
dalam keadaan terikat memudahkan Pak Wawan untuk melanjutkan aksinya dengan
menjilati leher, telinga serta tengkukku. “Eeeeeemmhhh…. Eeeeemmmhhh…
Aaaaaaaaahh” erangku ketika mulai dikeroyok oleh mereka berempat. Setelah Pak
Wawan puas bermain di bagian leherku, dia menarik kepalaku dengan perlahan ke
arah belakang sehingga kepalaku agak mendongak ke atas. Dengan penuh nafsu Pak
Wawan langsung mencumbu serta melumat bibirku, lalu dia menyelipkan lidahnya
masuk ke dalam mulutku hingga aku gelagapan. Walaupun bau nafas Pak Wawan
sungguh tidak enak, tetapi yang bisa kulakukan hanyalah membuka mulutku dan
membiarkan Pak Wawan memainkan lidahnya di dalam mulutku. Kini, tubuhku sudah
seperti boneka bagi mereka, karena mereka bisa berbuat sesuka hati terhadap
tubuhku. Mereka menikmati jatah mereka dengan penuh nafsu. Pak Diman dan Pak
Jono terus menjilati kedua buah payudaraku serta menggigit kecil kedua putingku
putingku yang sudah menegang itu. Pak Wawan terus menerus memainkan lidahnya di
dalam mulutku, dan aku juga membalasnya dengan memainkan lidahku sehingga lidah
kami saling membelit. Aku dapat merasakan kalau ludah kami berdua menetes-netes
di sekitar bibir karena kami berciuman sangat lama. Dikerubuti dan dirangsang
sedemikan rupa membuat aku merasakan gejolak yang luar biasa melanda tubuhku
tanpa bisa kukendalikan. “Ooooh… Aaaaaaaaah… Nngggg… Aaaaaaaaagh…” aku
mengerang dan menjerit keenakan. Pak Bara kini semakin membenamkan kepalanya di
antara kedua pahaku, dan karena agak geli akupun merapatkan kedua pahaku
sehingga kepala Pak Bara terhimpit oleh kedua paha mulusku. “Enak ya Neng Tita…
Sluuuurrpp… Dijilatin Bapak? Eehmmm… Sluuurrp…” tanya Pak Bara tanpa
menghentikan jilatan dan hisapannya pada vaginaku terlebih dahulu. “Eeeeenak
bangeeeet Paaak…!!” aku terus mendesah nikmat. Terus-terusan menerima serangan
birahi secara bersamaan dari empat orang pria yang berbeda pada daerah
sensitifku, aku jadi tidak kuat menahan lama-lama. Sehingga dalam waktu
beberapa menit saja tubuhku sudah seperti tersengat arus listrik yang
menandakan kalau sebentar lagi aku akan mencapai orgasme. “Paaak Baraaaa…
Saayaaaa mauuu keluaaaarr!! Aaaaaaaaaaaah….!!!” aku berteriak kencang
melampiaskan rasa nikmat di dalam tubuhku. Tidak lama kemudian cairan orgasmeku
mengalir keluar dari vaginaku. Tubuhku mengejang hebat lalu kedua pahaku
menjepit kepala Pak Bara dengan sangat kencang. Pak Bara yang berada tepat di
depan lubang vaginaku semakin liar menjilati vaginaku yang sudah sangat basah
oleh cairanku tadi. ‘Slurrpp… Sluurrrpp…’ cairanku yang mengalir deras dilahap
oleh Pak Bara dengan rakus. “Wiiiiiih!! Cairan memeknya Neng Tita manis banget
kayak orangnya…!!” komentar Pak Bara. Setelah cairanku sudah hampir habis
dihisap oleh Pak Bara, ketiga Bapak yang tadi masih sibuk dengan bagiannya
masing-masing langsung menghentikan aktivitas mereka. Mungkin karena penasaran,
mereka bertiga mendekat ke arah vaginaku untuk bergantian menikmati manisnya
cairanku. “Mmmmmmhhhh…” desahku menerima jilatan demi jilatan pada sisa-sisa
cairan orgasmeku yang masih ada di sekitar bibir vaginaku hingga mereka semua
kebagian. Karena masih merasa lemas akibat perlakuan mereka, aku menyenderkan
tubuhku pada dinding pos jaga. Keempat Bapak ini sepertinya mengerti dengan keadaanku
lalu mengisi waktu luang mereka dengan minum kopi. Setelah beristirahat
sebentar, aku merasa tubuhku sudah lebih kuat. Aku yang masih belum merasa
terpuaskan malah berpikiran untuk bersetubuh dengan mereka. “Sekarang
Bapak-Bapak mau ngapain saya lagi?” tanyaku menantang. “Kalo Bapak sih pengen
banget ngentot sama Neng Tita…!!” jawab Pak Jono dengan penuh semangat.
“Ba-bapak juga!!!”… “Iya!! Bapak juga mau dong!!”… “Bapak apalagi Neng…!!” ujar
Bapak-Bapak yang lain seolah tidak mau ketinggalan menikmati tubuhku. Reaksiku
hanya tersenyum, lalu kupasang posisi pasrah dengan membuka kedua pahaku
lebar-lebar siap disetubuhi siapapun yang ada disitu. Namun ternyata reaksi
mereka sungguh di luar dugaanku. Bapak-Bapak ini hanya diam saja dan tidak
terlihat bersiap untuk melakukan seperti yang mereka inginkan tadi. Mungkin
juga karena keempat Bapak ini tidak pernah menyangka kalau aku akan mau
mengabulkan permintaan mereka begitu saja. “Ayo dong Bapak-Bapak jangan pada
bengong aja…! Katanya mau gituan?” tanyaku yang sudah menjadi semakin liar.
“Beneran nih nggak apa-apa kalo kita entotin Neng Tita rame-rame?” tanya Pak
Jono dengan wajah tidak percaya. “Beneran kok Pak! Masa saya bercanda sih…”
jawabku dengan nada serius. “Wah Bapak-Bapak!! Yang punya udah ngebolehin
tuh!!” kata Pak Jono dengan wajah senang sekaligus masih terlihat keheranan
mendengar jawabanku barusan. “Memeknya Neng Tita baru diemut aja udah enak…
Apalagi kalo dientot… Hehehe” tambah Pak Bara. Karena tidak ingin
menyia-nyiakan kesempatan di depan mata, mereka semua langsung membuka pakaian
dengan terburu-buru. Bapak-Bapak ini pasti sudah sangat tidak sabar ingin
merasakan kehangatan vaginaku yang sudah kupasrahkan untuk mereka semua. Untuk
lebih merangsang mereka lagi, kubuka ikat rambutku sehingga rambutku kini
terurai sampai menyentuh bahu. Beberapa menit kemudian keempatnya sudah dalam
keadaan telanjang bulat dengan penis mengacung tegak menghadap seorang gadis
yang sepantasnya menjadi anak mereka. “Ya ampun gede-gede banget…!!” ujarku
dalam hati. Tanpa sadar mulutku menganga karena tentu saja aku kaget sekaligus
kagum dengan ukuran penis milik Bapak-Bapak ini yang berukuran sekitar 17-18 cm
dengan diameter yang sangat besar. Mungkin juga karena selama ini aku baru
melihat penis yang ukurannya hanya mencapai 15 cm saja dan jauh lebih kurus
dibandingkan penis di hadapanku sekarang. Aku juga masih sempat memperhatikan,
betapa kulit keempat Bapak ini hitam dan kasar bila dibandingkan dengan kulitku
yang putih mulus. “Neng Tita pasti bakalan keenakan dientot sama kita-kita
deh…” kata Pak Diman kepadaku. Tadinya aku sempat merasa takut memikirkan
Bapak-Bapak yang memiliki penis berukuran raksasa ini akan menjarah habis
vaginaku. Namun ternyata membayangkan semua itu malah membuat aku terangsang
hebat dan gairahku naik tak terkendali. Aku tanpa sadar menanti dan berharap
mereka akan memberikanku kenikmatan melebihi yang baru saja melandaku. “Siapa
yang mau duluan ngentotin Neng Tita?” tanya Pak Bara yang terlihat mengalah dan
memberi kesempatan kepada teman-temannya. “Saya dulu deh… Napsu saya udah di
ubun-ubun nih…!!” jawab Pak Wawan. “Enak ajah…!! Saya juga udah lama pengen
ngentotin Neng Tita…!!” teriak Pak Diman tidak mau kalah. “Nggak bisa…!! Saya
yang duluan dong…!! Kan tadi saya yang pertama kali bilang pengen ngentot sama
Neng Tita…!!” ujar Pak Jono yang nampaknya sudah sangat tidak sabaran lagi
untuk dapat menyetubuhiku. Layaknya sekumpulan anak kecil yang sedang berebut
mainan, mereka semua tidak mau kalah ingin menjadi yang pertama kali mencobloskan
penis mereka ke dalam vaginaku yang masih sangat sempit walaupun sudah tidak
perawan lagi. Sepertinya mereka tidak pernah habis pikir betapa beruntungnya
berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda. “Udah dong Bapak-Bapak jangan
pada rebutan gitu…!!” kataku dengan nada kesal melihat tingkah mereka.
“Ja-jangan marah dong Neng Tita. Iya deh kami semua nggak bakal berebutan
lagi…” jawab Pak Wawan sedikit gugup. “Ya udah… Biar adil gimana kalau saya aja
yang milih?” tanyaku. “Boleh juga idenya Neng Tita tuh!” kata Pak Jono. Aku
melihat ke arah penis mereka berempat dan aku menemukan kalau penis Pak Bara
adalah yang paling besar di antara yang lain, hitam serta dipenuhi urat-urat
menonjol. Maka aku memilih penis Pak Bara untuk mengisi liang vaginaku, lalu
aku memilih penis milik Pak Wawan yang tidak kalah besar untuk aku hisap. “Maap
ya Bapak-Bapak saya duluan…!! Kalo udah rejeki nggak bakalan kemana deh…
Hahaha…” kata Pak Bara sambil tertawa penuh kemenangan. “Ayo ke sini Neng…”
ajak Pak Bara yang sudah berada di atas tikar. Tanpa perlu disuruh lagi, aku
mendekati Pak Bara yang sudah kelihatan bernafsu sekali melihat kemulusan
tubuhku yang terlihat seksi karena penuh dengan keringat, tidak hanya karena
udara di dalam yang memang gerah, namun juga karena perlakuan mereka terhadapku
tadi. Kemudian aku naik ke atas tubuh Pak Bara lalu membimbing penisnya untuk
masuk ke dalam vaginaku. “Saya masukin penis Bapak pelan-pelan dulu ya…” aku
berkata kepada Pak Bara yang hanya mengangguk sambil tersenyum memandangi
wajahku. Karena kondisi di dalam vaginaku mulai mengering akibat cairan orgasme
yang keluar tadi sudah habis dihisap oleh Pak Bara dan ketiga Bapak-Bapak yang
lain, ditambah ini adalah pertama kalinya vaginaku dimasuki oleh penis
berukuran besar, maka penis Pak Bara sangat sulit untuk masuk sepenuhnya.
“Heeeemhhh…” aku merasa bagian dalam vaginaku sudah benar-benar penuh dengan
batang besar milik Pak Bara yang baru menancap setengahnya. Batang penis Pak
Bara itu membuat liang vaginaku terasa begitu sesaknya. Urat-urat pada batang
penis itu berdenyut- denyut menambah sensasi yang kurasakan. Vaginaku memang
belum pernah merasakan dimasuki oleh batang penis yang begitu besar dan kokoh
seperti ini. “Aaaaaah… Memeknyaaa sempiiiit bangeeet!! Untung banget deh gue
bisa ngentotin Neng Tita!! Eemmhh… Oooohh…” komentar Pak Bara. “Oooooohhh…
Aaaaaahhhh… Enaaaakkk bangeeeeet Paaak…!!” erangku karena tidak kuat merasakan
sensasi luar biasa yang ditimbulkan dari tusukan penis Pak Bara pada vaginaku.
Pak Bara membiarkanku agar terbiasa dengan ukuran penisnya. Namun tetap saja
penisnya belum dapat masuk semuanya ke dalam vaginaku. Untungnya vaginaku tidak
terasa perih sehingga aku dapat menikmatinya. Di saat yang bersamaan Pak Bara
juga menjilati payudaraku dan menggesek-gesekkan kumisnya ke putingku yang
membuat birahiku semakin memuncak. “Aaaaaaaaaahhhh…” aku semakin mendesah
menerima sodokan penis sekaligus jilatan pada payudaraku. Kemudian aku
menggoyangkan pinggulku dengan liar diatas penis Pak Bara. Dia hanya bisa meringis
dan mengerang, terutama saat aku membuat gerakan meliuk yang membuat penisnya
seolah-olah dipelintir olehku. Aku bahkan semakin terangsang ketika melihat
ekspresi kenikmatan di wajah Pak Bara. “Aaaaahhhh…!! Ooohhhh… Aaahhkkhhhh…!!”
erangku dengan mata tertutup. Di tengah-tengah persetubuhanku dengan Pak Bara,
aku masih sempat melihat Pak Jono dan Pak Diman sedang mengocok penis mereka
sendiri. Sepertinya mereka berdua sudah sangat terangsang melihat pemandangan
menggiurkan di depan mereka sekaligus tidak sabar ingin mencicipi tubuhku.
“Sepongin kontol Bapak dong Neng. Daripada mulutnya nganggur…” tiba-tiba Pak
Wawan berdiri di hadapanku dengan senyum yang memuakkan sambil mengarahkan
penisnya ke arah wajahku. Dengan tidak sabaran, Pak Wawan menjejali mulutku
dengan penisnya, penis itu ditekan-tekankan ke dalam mulutku hingga wajahku
hampir terbenam pada bulu-bulu kemaluannya. Aku sempat mengernyitkan dahiku
menahan mual karena bau penisnya yang sangat menyengat. Namun setelah beberapa
lama menghisap penis Pak Wawan, aku pun sudah mulai bisa menikmatinya.
“Gilaaaa!! Maanteebb bangeeet sepongan kamu Neng…!!!” ceracau Pak Wawan. Aku
pun menelan penis Pak Wawan hingga menyentuh daging lunak di tenggorokanku.
Kedua buah zakarnya juga aku pijati lembut dengan jari-jari tanganku yang
membuat pemiliknya semakin mendesah tidak karuan karena menikmati pelayanan
dari mulut serta tanganku sekaligus. “Oooohhh… Eeenak bangeeet!! Masih muda
tapi udah jago bangeeet nyepongnyaaa…” teriak Pak Wawan keenakan. Seperti tidak
mau kalah dengan Pak Bara, Pak Wawan pun juga ikut menyetubuhi mulutku. Dia
memaju-mundurkan pantatnya dan merasakan sentuhan dari rongga mulutku. Setelah
beberapa menit kumainkan di dalam mulutku, penis Pak Wawan mulai
berkedut-kedut. Dan tidak lama kemudian Pak Wawan berteriak “Neng Titaaaaaa!!
Oooooh… Enaaaaaak…!! Bapaaaak keluaaaaaar!!” ‘Croot… Croot… Crooot’ semburan
hangat sperma milik Pak Wawan akhirnya keluar di dalam mulutku hingga membasahi
kerongkongan. “Aaaaaaaaaaagh… Oooooooooh…” Pak Wawan melenguh panjang dan
meremas-remas rambutku “Eeeeemmmmhhh… Sluuuuurp… Sluuurrpp…” aku menikmati
sperma milik Pak Wawan yang keluar sangat banyak sehingga aku harus buru-buru
menelannya agar tidak ada yang tumpah. “Neng Tita cakep-cakep doyan nelen
peju…!! Huahahahaha…” komentar Pak Jono sambil tertawa keras melihatku dengan
rakusnya membersihkan sisa sperma yang masih menempel di penis Pak Wawan. “Mana
nyangka kalo cewek yang mukanya alim kayak Neng Tita ternyata nggak beda sama
jablai yah…!!” Pak Diman ikut berkomentar. Aku memang sudah benar-benar larut
di dalam pesta seks ini sehingga tidak peduli lagi bahwa di mata mereka aku
berubah dari seorang gadis yang alim menjadi seperti pelacur murahan.
“Sepongannya Neng Tita emang hebaaat bangeeeeet!! Pasti udah sering ngisep
kontol pacarnya ya Neng…” komentar Pak Wawan yang Tergiur dengan apa yang aku
lakukan terhadap penis Pak Wawan, tidak lama kemudian Pak Jono dan Pak Diman
langsung mendekat dan berjalan ke depanku lalu mereka menyodorkan penisnya
masing-masing ke arah mulutku. Seperti halnya penis Pak Wawan, bau kedua penis
ini sungguh tidak enak. Namun karena sudah dalam keadaan terangsang, tanpa ragu
lagi aku pun mulai mengocok penis Pak Jono serta mengulum penis Pak Diman
secara bersamaan. “Aaaaaaaahhh… Terrruuuusss Neeeng Titaaaaaa…!!” erang Pak
Diman ketika aku sedang mengemut kepala penis serta menyentil-nyentilkan
lidahku ke lubang air seninya. “Neng Tita… Jangan punya Pak Diman doang yang
diisepin… Gantian ngemut kontol saya juga dong…!” protes Pak Jono. “Halaah… Pak
Jono jangan ngiri gitu dong…! Pasti Neng Tita doyan nyepong kontol saya soalnya
lebih gede…! Bener kan Neng? Huahahaha…” ujar Pak Diman yang sepertinya tidak
rela apabila harus berbagi dengan temannya. Sebenarnya pertanyaan yang
diberikan oleh Pak Diman tadi memang benar. Namun untuk mencegah agar jangan
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan aku bersikeras untuk tidak menjawabnya.
Aku lalu bergantian memaju-mundurkan batang kejantanan Pak Diman dengan
tanganku secara perlahan, sementara mulutku menghisap penis Pak Jono. “Aduuuh…
E-enaaaak bangeeeet Neng!! Aaaaaaaaaah…” kata Pak Jono dengan bergetar.
“Mmmmmhh… Ceeepp… Cckkk… Sluuuurp…” mulutku terus berdecak-decak ketika
mengulum secara bergantian kedua batang penis berwarna hitam dan berbau tidak
sedap ini. Mungkin karena aku sudah lama tidak menerima serangan sekaligus
seperti ini, aku pun cepat mencapai orgasme hanya dalam waktu kurang dari 10
menit. “Ooooooooohh… Aaaaaaggggh…” sambil melepas sebentar hisapanku pada penis
Pak Jono aku pun mengerang panjang karena tidak tahan dengan nikmat yang
mendera. Karena vaginaku sudah licin oleh cairan orgasme, maka penis Pak Bara
dapat amblas sepenuhnya. Aliran cairan vaginaku tertahan oleh penis Pak Bara
yang sedang keluar masuk vaginaku sehingga berbunyi setiap kali Pak Bara
memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Penis itu terasa seperti sedang menyodok
bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang
tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat. “Ooooh
sempiiit bangeeet Neeeng…!! Enaknyaaa… Beda banget sama punya bini sayaaa…
Aaaaaaah…” Pak Bara mulai meracau keenakan. Namun untung saja aku masih dapat
mengimbangi kekuatan Pak Bara walaupun sudah mengalami dua kali orgasme.
Sementara itu Pak Diman dan Pak Jono menarik penis mereka dari mulutku karena
mereka pasti tidak ingin cepat mencapai orgasme. “Mmmmhhhh… Aaaaaaaaahhhh…!!!”
aku mengeluarkan desahan yang sempat tertahan karena tadi mulutku penuh dengan
penis. “Aaaaaah… Enaaak bangeeeet memek kamu Neng…! Kalo tau gini udah Bapak
entotin dari dulu…!” ujar Pak Bara sambil terus menusuk penisnya dari arah
bawah. Akhirnya kurang dari 5 menit setelah aku mencapai orgasmeku yang kedua
tadi, aku merasakan penis Pak Bara yang sedang mengisi vaginaku mulai
berdenyut-denyut menandakan kalau Pak Bara akan mencapai orgasme. Pak Bara
mempercepat sodokan penisnya terhadap vaginaku yang membuatku merasa sedikit
perih karena penis besarnya itu keluar masuk dengan cepat dan kuat padahal
lubang vaginaku masih sangat sempit. Namun setelah terbiasa akhirnya aku
menemukan rasa nikmat dibalik rasa perih itu. “Aaaaahhhh… Neng Titaaaaa!!
Bapaaakkk… Keluuaaaaaaarrrr!!!” teriak Pak Bara. “Keluariiiin di daleeem ajaaa
Pak…!! Aaaaaaaaah…” pintaku dengan lirih. “I-iyaaaa Neng…! Enaaaaakk!!!
Aaaaaaaaaaahh…!!” teriakan Pak Bara semakin lepas. Dan tidak lama kemudian, Pak
Bara sudah menyemburkan spermanya yang hangat ke dalam rahimku. Ketika nafas
Pak Bara mulai tersengal-sengal, dia memutuskan untuk menghisap-hisap
payudaraku dengan mulutnya sambil menunggu penisnya memuntahkan semua isinya ke
dalam vaginaku. Lama-kelamaan semburan sperma Pak Bara semakin melemah hingga
akhirnya berhenti sama sekali. Baru sekitar 2 menit aku mengatur nafas dan
tenagaku untuk menghadapi Pak Diman dan Pak Jono, ternyata Pak Bara mau aku
bersimpuh di hadapannya lalu bertumpu dengan kedua lututku. Aku yang sudah
mengerti maksud Pak Bara, langsung mengambil penisnya yang masih berlumuran
sperma dan juga cairan vaginaku, kemudian membersihkan penis Pak Bara hingga
spermanya tak tersisa lagi. “Neng Tita bener-bener luar biasa…! Baru kali ini
Bapak ngeluarin peju segini banyaknya…” ujar Pak Bara. “Pak… Saya kan udah
bersihin sperma Bapak sampai nggak ada sisanya nih… Sekarang saya mau main sama
yang lain dulu yah…” pintaku dengan lembut kepada Pak Bara. “Ya udah sekarang
Bapak mau istirahat dulu deh Neng…” jawab Pak Bara. “Pak Bara kalo mau ngobrol
entar aja…!! Saya udah kebelet pengen ngentotin Neng Tita nih!!” teriak Pak
Diman. “Iya… Iya…! Sekarang gantian Pak Diman yang sikat memeknya Neng Tita
sana…!” kata Pak Bara sambil menggenggam penisnya yang masih tegang lalu
berpakaian kembali. “Sekarang Neng Tita rebahan yah…” perintah Pak Diman.
Tampaknya kali ini giliran aku yang ada di posisi bawah. Setelah menuruti
perintah Pak Diman, aku pun menekuk kedua kakiku lalu melebarkannya untuk
bersiap disetubuhi oleh Pak Diman dan Pak Jono. Melihat pemandangan tersebut,
kedua Bapak itu malah diam sejenak untuk mengagumi keindahan vaginaku yang
masih rapat dan tanpa bulu itu dengan wajah penuh birahi. Mungkin karena
sebelumnya sudah ada kesepakatan di antara Pak Diman dengan Pak Jono, maka Pak
Diman yang akan mengambil giliran selanjutnya untuk menyetubuhiku. Aku pun
menyibakkan bibir vaginaku untuk mengundang penis Pak Diman agar segera masuk
ke dalam. “Ngimpi apaan saya semalem bisa ngentot sama Neng Tita…” kata Pak
Diman dengan noraknya. Lalu tanpa berbasa-basi lagi, Pak Diman segera menyergap
dan menindih tubuh mungilku. Dengan penuh nafsu Pak Diman menjejalkan penisnya
yang tidak kalah besar dari milik Pak Bara ke dalam vaginaku. Kedua mataku
terbelalak merasakan kembali sesaknya vaginaku. Kemudian Pak Diman diam sejenak
untuk menikmati liang vaginaku yang terasa begitu hangat dan sempit. “Enaaaak
bangeeet memeek kamu Neng!! Udaah lamaaa Bapaaak pengeen ngerasain memeeek Neng
Titaaaaa…” sambil menyetubuhiku Pak Diman terus memuji vaginaku. Karena
sekarang vaginaku sudah banjir dengan cairanku serta sperma Pak Bara, maka
penis milik Pak Diman dapat lebih mudah untuk masuk ke dalam vaginaku. Kini
vaginaku sudah dimasuki oleh penis yang berukuran besar untuk kedua kalinya.
Namun aku sungguh menikmatinya dengan penuh penghayatan, sampai-sampai dengan
tidak sadar aku menutup mataku. “Oooohh… Aaaahhh… Teeruuss Paaaak…!! Uuuummhhh…”
aku semakin menggila saat Pak Diman mulai menggerakkan penisnya di dalam
vaginaku. “Ooohh… Memeknya Neng Titaaa sempiiit bangeeet!! Kontol saya kayaak
diurut-uruuuut!!” wajah Pak Diman yang buruk rupa itu terlihat keenakan. Penis
itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku. Aku hanya
bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang
bercampur nikmat. Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggang Pak Diman, seakan
tidak ingin penisnya terlepas. Sekarang kedua tangan Pak Diman mulai
menggenggam kedua payudaraku lalu meremasinya dengan agak kasar. “E-eeenak
bangeeet ngentotiiin Neng Titaaa…!! Ooooooh…” Pak Diman terus meracau di
sela-sela persetubuhan kami. “Aaaaaahhh… Oooooohh… Mmmmhhhhhhhh…” desahku
karena tidak bisa menahan rasa nikmat yang menyerang. Karena sudah tidak sabar
menunggu, Pak Jono mulai menaruh penisnya di depan mulutku yang masih belepotan
sperma dari Pak Wawan dan Pak Bara. Tanpa malu-malu lagi aku memegang penis
yang sudah sangat tegang itu. Lidahku ikut bermain-main dan menjilati batang
penisnya yang tegak mengacung. Dengan terpaksa aku mulai membenamkan penis Pak
Jono yang hanya masuk sebagian ke dalam mulutku lalu mengulumnya hingga pipiku
terlihat cekung ke dalam. Aku sempat melirik ke arah Pak Wawan dan Pak Bara
sudah duduk memakai celana panjang mereka sambil menghisap rokok dan meminum
kopi dengan tontonan mereka yang lebih seru dibandingkan Piala Dunia, yaitu aku
yang sedang dikerubuti oleh dua orang lelaki berkulit hitam alias Pak Diman dan
Pak Jono. Baru beberapa menit aku melakukan oral seks, Pak Jono ternyata sudah
mencapai klimaks. “Uhuuuk!! Uuuhuuuuuk…!!” aku yang tidak menyangka kalau penis
Pak Jono akan ejakulasi secepat itu sempat tersedak, hingga sebagian sperma
tersebut menetes keluar dari mulutku. Namun seperti sudah ketagihan, aku terus
berusaha untuk melahap, menjilati dan mengulum penis itu hingga bersih dari
sisa-sisa sperma yang masih menempel. “Aaaaaaaaagghh…!!” Pak Jono hanya dapat
melenguh pasrah menikmati layanan lidah dan mulutku tanpa dapat berkata
apa-apa. “Lho kok Pak Jono udah keluar aja? Nggak tahan sama sepongannya Neng
Tita yah? Apalagi kalo sama memeknya yang masih seret Pak…” kata Pak Bara
dengan nada sedikit mengejek disambung tawa Pak Wawan yang duduk di sebelahnya.
Walaupun Pak Jono berusaha untuk tidak mendengarkan komentar dari
teman-temannya, namun tetap saja aku dapat melihat wajahnya yang tersipu malu.
Sementara itu Pak Diman masih terus menggerakkan penisnya ke dalam vaginaku
dengan sangat cepat. Saat itu yang dapat terdengar hanyalah suara gesekan penis
dengan vagina serta suara desahan nafasku dan Pak Diman yang saling memburu.
Sambil menggenjot dia juga bergantian menjilati daerah leher dan payudaraku.
Apa yang dilakukan olehnya semakin membakar sensasi seksual tubuhku yang terus
menggeliat penuh nikmat. Sodokan demi sodokan Pak Diman benar-benar luar biasa,
seolah memompa gairahku menuju orgasme. Keringat Pak Diman sampai jatuh
membasahi tubuhku yang juga tidak kalah basah oleh keringat. “Aaaaaaaaaaaaahh…
Sayaaaaaa keluaaaaarr Paaaak…!!” karena sudah tidak tahan lagi aku melepaskan
orgasmeku yang ketiga. “Oooooohh… Sa-sayaaaa jugaaaaa keluaaaaar Neeeeng…!!
Ooooooh…!!!” erang Pak Diman panjang ketika memuntahkan cairan putihnya ke
dalam vaginaku bersamaan dengan orgasmeku yang sudah kutahan-tahan dari tadi.
“Eeenngghhh… Eeeemmhhh…” tubuhku mengejang sambil tetap melingkarkan kedua
kakiku pada pinggang Pak Diman. Vaginaku kini terasa hangat oleh semburan
sperma milik Pak Diman yang bercampur dengan cairan orgasmeku. Kini daerah
sekitar vaginaku yang sudah basah semakin banjir saja oleh sperma,
sampai-sampai cairan itu meleleh di kedua pahaku. “Heeeeeehh… Heeeeeeehh…”
nafasku sampai tersengal-sengal karena sudah berulang kali mencapai orgasme.
“Oohh… Enak bener deh memeknya Neng Tita…!!” ungkap Pak Diman ketika sedang
mencabut penisnya yang sudah tidak meneteskan sperma lagi. Pak Diman dan Pak
Jono yang sudah selesai menuntaskan nafsu setan mereka kepadaku juga masih
terlihat terengah-engah. Sambil mengatur nafas, Pak Jono mencium dan menjilati
leherku yang penuh butiran keringat dengan lembut, sedangkan Pak Diman yang
tadinya ingin melumat bibirku, namun aku menolaknya karena mau mengatur nafasku
dulu, kembali meremas-remas kedua buah payudaraku. Setelah nafas kami bertiga
sudah normal kembali, mereka berdua berjalan untuk mengambil pakaiannya
masing-masing. Sedangkan aku berdiri dan bersiap memakai baju serta celana
pendekku yang berserakan di depan TV yang sudah tidak menayangkan acara bola
lagi. “Udah dulu yah Bapak-Bapak. Saya mau pulang nih…” aku pamit kepada mereka
semua yang masih terlihat kelelahan. “Jangan pulang dulu dong Neng Tita!” Pak
Bara melarangku pergi sambil memegang tanganku. “Emangnya Bapak-Bapak masih
belum puas?” tanyaku. “Iya!!” jawab mereka hampir bersamaan. “Tapi kan
Bapak-Bapak udah pada lemes kayak gitu. Lagian saya juga udah capek banget
nih…” kataku berharap mereka mau mengerti. “Bentaran juga udah kuat lagi kok
Neng…” kata Pak Wawan yang sepertinya masih penasaran karena dia memang belum
merasakan bersetubuh denganku. “Aduh gimana ya? Udah malem banget nih Pak…” aku
berusaha mencari alasan untuk menolak permintaan mereka. “Ayo dong… Neng Tita
mau kan?” pinta Pak Wawan dengan memelas. “Iya Neng!! Kan dingin kalo cuma kami
berempat. Kalo ada Neng Tita kan bisa bikin kita-kita jadi anget…” tambah Pak
Diman. “Bapak kan juga belom ngerasain ngentot sama Neng Tita…” sambung pak
Jono lagi. “Ya udah boleh deh. Asal Bapak-Bapak semua mau janji nggak bakal
ceritain hal ini sama orang lain. Gimana?” tanyaku. “Yah kalo itu mah nggak
usah disuruh Neng! Masak iya kami mau bilang-bilang sih…” jawab Pak Wawan
menyanggupi. Karena terlanjur menyanggupi permintaan bapak-bapak ini, aku yang
baru mengenakan celana dalamku mulai melepaskannya lagi, hingga kini tubuhku
sudah dalam keadaan bugil. Penis milik Pak Wawan, Pak Diman, Pak Bara dan Pak
Jono yang tadinya sudah dalam keadaan lemas mulai mengeras lagi karena melihat
tubuh putih mulusku yang tidak tertutup sama sekali. Kemudian aku mulai
memanggil mereka satu per satu dan membiarkan vaginaku menjadi bulan-bulanan
lidah mereka. Bahkan ketika masing-masing sudah mendapatkan jatah untuk
mencicipi vaginaku, mereka berempat kembali menjilati seluruh tubuhku sehingga
berlumuran air liur mereka. “Maen lagi yuk Neng Tita…” pinta Pak Wawan tidak
sabaran. “Silakan Bapak-Bapak nikmatin tubuh saya sepuasnya…” kataku
mengijinkan. Lalu dimulailah pelampiasan nafsu bejat empat orang pria tua
terhadapku. Kali ini aku disetubuhi oleh empat Bapak-Bapak itu secara bergiliran.
Mulai dari Pak Wawan, Pak Jono lalu Pak Diman dan yang terakhir oleh Pak Bara.
Mereka juga menikmati tubuhku dengan berbagai posisi. Karena mereka sangat
menikmati himpitan vagina serta teknik oral seks-ku, maka mulai dari vagina,
mulut bahkan seluruh tubuhku terus-menerus disemprot sperma oleh mereka
berempat. Aku juga sudah tidak bisa menghitung lagi berapa kali aku mengalami
orgasme. Setelah sudah benar-benar kelelahan, kami yang masih dalam keadaan
bugil beristirahat sembari minum air dan mengobrol. “Gimana Bapak-Bapak? Udah
puas kan sekarang?” tanyaku di tengah-tengah obrolan kami. “Puas bangeeeet…!!
Abisnya udah Neng Tita cakep… Memeknya rapet lagi…!!” jawab Pak Diman dengan
cepat. “Neng, kan dari tadi peju kami berempat dikeluarinnya di dalem… Apa Neng
Tita nggak takut hamil?” tanya Pak Bara yang paling banyak menyemprotkan
spermanya ke dalam vaginaku. “Emang Bapak-Bapak nggak mau tanggung jawab kalau
nanti saya hamil?” tanyaku memasang wajah serius. Dengan seketika wajah mereka
langsung terlihat pucat mendengar pertanyaanku barusan. “Hihihi… Bapak-Bapak
tenang aja… Saya lagi nggak subur kok sekarang…” tentu saja aku tidak dapat
menahan tawa melihat raut muka mereka berempat yang sedang ketakutan. Akhirnya
mereka semua ikut tertawa lega setelah sadar kalau yang kutanyakan tadi hanya
sekedar gurauan saja. “Bapak-Bapak, saya pamit pulang dulu yah. Udah malem
banget nih…” ujarku seraya melihat jam di HP-ku yang sudah menunjukkan pukul 12
malam. “Tapi kapan-kapan Neng Tita mau nemenin kami jaga lagi kan?” tanya Pak
Diman. “Boleh aja Pak. Asalkan yang lagi jaga Bapak-Bapak berempat…” jawabku
sembari memakai pakaianku. “Gampang! Itu mah bisa Bapak atur!” jawab Pak Bara
yang memang bertugas mengatur jadwal jaga. “Tapi jangan keseringan yah Pak!
Lama-lama saya bisa hamil dong…” candaku. “Hehehe… Pokoknya beres deh Neng!”
jawab Pak Wawan sambil tertawa. “Ya udah saya pulang dulu ya Bapak-Bapak…”
kataku sambil bergegas keluar pos jaga karena takut mereka ingin menikmati
tubuhku lagi. “Hati-hati ya Neng…!!” teriak mereka serempak. Aku pun langsung
berlari menuju rumah karena suasana di sekitar rumahku sudah sangat sepi dan
gelap. Dalam perjalanan pulang aku sempat mengingat kejadian yang baru aku
alami tadi merupakan pengalaman baru dan sungguh memuaskan. Pada dasarnya aku
memang sangat menikmati seks keroyokan seperti tadi, apalagi ditambah yang
menyetubuhiku adalah Bapak-Bapak yang sudah tentu sangat berpengalaman.
Setibanya di rumah aku melihat lampu sudah gelap dan tidak terdengar lagi suara
TV menyala. “Kayaknya Winnie udah tidur…” pikirku maklum karena sekarang sudah
lewat tengah malam. Setelah mengunci pintu gerbang dan pintu depan, aku
langsung menuju ke kamar mandi untuk membasuh tubuhku yang bermandikan sperma.
Aku memperhatikan vaginaku yang terlihat memerah dan masih terlihat dengan
jelas noda bekas sperma. Karena masih terasa sakit, aku membersihkan vaginaku
perlahan-lahan dengan sabun khusus hingga noda tersebut benar-benar hilang.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, aku merebahkan tubuhku yang sangat
lelah setelah hampir 2 jam dinikmati oleh Bapak-Bapak tadi. Untunglah besok
hari Sabtu, sehingga aku bisa istirahat seharian penuh. Tak butuh waktu lama
aku pun akhirnya tertidur dengan pulas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar