Yuni
Dan Ningsih Abg Seksi
Aku sudah tiga tahun ikut dengan keluarga
Budhe. Saat itu usiaku sudah 15 tahunan dan Mbak Ningsih yang usianya tiga
tahun di atasku sudah kelas 3 di salah satu SMK swasta di kotaku. Pada saat
itulah aku pertama kali mengenal apa yang namanya seks. Kejadiannya berawal
dari suatu siang kira-kira setengah tahun setelah meninggalnya Budhe Harti.
Saat itu sekolahku dipulangkan sebelum waktu biasanya. Semua murid dipulangkan
pada jam 10 pagi karena guru-guru mengadakan rapat untuk persiapan EBTA. Aku
yang selalu disiplin tidak pernah bermain sebelum pulang dan ganti pakaian.
Begitu sekolah dibubarkan aku langsung pulang ke rumah yang jaraknya kira-kira
2 km dengan naik angkot. Cerita Seks Dewasa Terbaru 2015 – Yuni Dan Ningsih Abg
Seksi Sampai di rumah aku heran karena pintu rumah tidak terkunci tetapi tidak
ada orang. Padahal tadi pagi sebelum berangkat Mbak Ningsih bilang kalau
sekolahnya libur selama 6 hari karena minggu tenang. Aku menduga pasti Mbak
Ningsih sedang belajar di kamar
menjelang EBTA yang akan diadakan minggu depan.
Karena takut mengganggu Pakdhe yang mungkin sedang tidur aku berjalan
pelan-pelan melintasi ruang tengah langsung ke kamarku dan Mbak Ningsih yang
ada bagian belakang. Aku kaget saat mendengar suara mencurigakan terdengar dari
kamarku yang setengah terbuka. Kudengar suara Mbak Ningsih mengerang-ngerang
disertai suara seperti berkecipak. Dengan langkah mengendap-endap kudekati
pintu kamarku dan mengintip melalui pintu yang setengah terbuka. Astaga!! Aku
benar-benar kaget!! Ternyata di kamarku ada Mbak Ningsih dan Pakdhe. Yang lebih
mengejutkan, pakaian keduanya sudah berantakan. Saat itu pakaian bagian atas
Mbak Ningsih sudah terbuka sama sekali, begitu pula dengan Pakdhe Mitro.
Keduanya sedang bergumul di atas tempat tidur yang biasa kugunakan tidur dengan
Mbak Ningsih. Pakdhe hanya mengenakan sarung dan satu-satunya kain yang
menutupi tubuh Mbak Ningsih hanyalah celana dalam saja. Apa yang kulihat
benar-benar membuat hatiku tercekat. Kulihat Pakdhe dengan rakus meneteki
payudara Mbak Ningsih kanan dan kiri berganti-ganti, sementara tangan Mbak
Ningsih meremas-remas rambut Pakdhe yang sudah mulai memutih. Kepala Mbak
Ningsih bergoyang-goyang sambil terus mengerang. Begitu pula dengan Pakdhe yang
dengan lahap terus menetek kedua payudara Mbak Ningsih secara bergantian. Aku
yang mengintip perbuatan mereka menjadi panas dingin dibuatnya. Tubuhku gemetar
dan lututku lemas. Hampir saja kepalaku terbentur daun pintu saat aku berusaha
melihat apa yang mereka perbuat lebih jelas. Tak lama kemudian kulihat Pakdhe
menarik satu-satunya pembungkus yang melekat di tubuh Mbak Ningsih dan
melemparkannya ke lantai. Kini tubuh Mbak Ningsih sudah telanjang bulat di
bawah dekapan tubuh Pakdheku yang kelihatan masih berotot walau usianya sudah
kepala lima. Erangan Mbak Ningsih semakin keras saat kulihat wajah Pakdhe
menyuruk ke selangkangan Mbak Ningsih yang terbuka. Tangan Mbak Ningsih yang
memegang kepala Pakdhe kulihat semakin kuat menekan ke arah kemaluannya yang
sedang diciumi Pakdhe. Aku yang baru kali ini melihat pemandangan seperti itu
menjadi terangsang. Aku membayangkan seolah-olah tubuhku yang sedang digumuli
Pakdhe. Kedua kaki Mbak Ningsih melingkar di leher Pakdhe. Suara napas Pakdhe
terdengar sangat keras seperti kerbau. Mbak Ningsih semakin keras mengerang dan
tubuhnya kulihat melonjak-lonjak saat kulihat wajah Pakdhe menggesek-gesek
bagian selangkangan Mbak Ningsih. Beberapa saat kemudian tubuh Mbak Ningsih
mulai melemas dan terdiam. Kemudian kulihat Pakdhe melepas sarungnya. Dan
astaga! Kulihat batang kemaluan Pakdhe yang sangat besar dan berwarna coklat
kehitaman mengacung tegak menantang langit. Pakdhe langsung mengangkangi wajah
Mbak Ningsih dan mengosek-ngosekan batang kemaluannya yang dipeganginya ke
wajah Mbak Ningsih. Mbak Ningsih yang masih lemas kulihat mulai memegang batang
kemaluan Pakdhe dan menjulurkan lidahnya menjilati batang kemaluan itu. Pakdhe
pun kembali menyurukkan wajahnya ke arah selangkangan Mbak Ningsih. Kini posisi
mereka sungguh lucu. Mereka saling menjilati selangkangan lawan dengan posisi
terbalik. Pakdhe yang mengangkangi wajah Mbak Ningsih menjilati selangkangan
Mbak Ningsih yang telentang dengan lutut tertekuk dan paha terbuka. Tubuhku
mulai meriang. Vaginaku terasa gatal seolah-olah membayangkan kalau vaginaku
sedang diciumi Pakdhe. Tanpa sadar tanganku bergerak ke arah vaginaku sendiri
dan mulai menggaruk-garuk. Kejadian yang kulihat berikutnya membuat hatiku
semakin mencelos. Setelah puas saling menciumi selangkangan masing-masing
lawan, tubuh Pakdhe berbalik lagi sejajar dengan Mbak Ningsih. Mereka saling
berhadap-hadapan dengan tubuh Pakdhe menindih Mbak Ningsih. Kemudian kulihat
Pakdhe menempatkan diri di antara kedua paha Mbak Ningsih yang mengangkang.
Lalu dengan memegang batang kemaluannya Pakdhe menggosok-gosokkan ujung batang
kemaluannya ke selangkangan Mbak Ningsih. Kulihat kepala Mbak mendongak-dongak
ke atas dengan kedua tangan meremas-remas payudaranya sendiri saat Pakdhe
mendorong pantatnya dan menekan ke arah selangkangan Mbak Ningsih. Mereka
terdiam beberapa saat ketika tubuh mereka pada bagian kemaluan saling lengket
satu sama lain. Mbak Ningsih mulai merintih dan mengerang saat Pakdhe mulai
memompa pantatnya maju-mundur dengan mantap. Kulihat pantat Mbak Ningsih
bergerak mengayun menyambut setiap dorongan pantat Pakdhe. Dan setiap kali
tulang kemaluan Mbak Ningsih dan Pakdhe beradu selalu terdengar seperti suara
tepukan. Suara deritan dipan tidurku pun semakin nyaring terdengar mengiringi
irama gerakan mereka. Tubuh Mbak Ningsih menggelepar-gelepar semakin liar.
Kepalanya pun semakin liar bergerak ke kanan dan kekiri, mulutnya tak
henti-hentinya mengerang. Akhirya kudengar Mbak Ningsih merintih panjang
disertai tubuhnya yang tersentak-sentak, pantatnya terangkat menyambut dorongan
pantat Pakdhe. Lalu beberapa detik kemudian tubuh Mbak Ningsih mulai melemas,
tangannya terlempar melebar ke samping kanan-kiri tubuhnya dan matanya
terpejam. Pakdhe lalu menarik pantatnya dan kulihat dari arah ku yang persis di
samping kirinya, batang kemaluan Pakdhe yang hitam kecoklatan masih kencang.
Kemudian Pakdhe menarik tubuh Mbak Ningsih agar merangkak di kasur. Dengan
bertumpu pada lututnya, Pakdhe menempatkan diri di belakang pantat Mbak Ningsih
yang menungging. Pakdhe memegang batang kemaluannya dan mengarahkannya ke belahan
pantat Mbak Ningsih. Kulihat kepala Mbak Ningsih terangkat saat Pakdhe mulai
mendorong pantatnya. Kembali kulihat pantat Pakdhe mengayun dari depan ke
belakang dengan posisi Mbak Ningsih merangkak dan Pakdhe berlutut di belakang
pantat Mbak Ningsih. Batang kemaluan Pakdhe kelihatan dari tempatku berdiri
saat Pakdhe menarik pantatnya dan hilang dari penglihatanku saat ia mendorong
pantatnya. Aku yang mengintip menjadi tidak tahan lagi. Tanganku secara refleks
mulai menyusup kedalam celana dalam memegang vaginaku dan meremas-remasnya.
Vaginaku mulai basah oleh cairan. Jari tangahku kutekankan pada daerah
sensitifku dan kugerakkan memutar. Kudengar Pakdhe mulai menggeram. Tangannya
meremas payudara Mbak Ningsih yang berayun-ayun seirama dengan dorongan pantat
Pakdhe yang menyodok-nyodok Mbak Ningsih. Gerakan Pakdhe semakin cepat dan
geramannya semakin keras. Mbak Ningsih pun mengimbangi gerakan ayunan pantat
Pakdhe dengan memutar-mutar pantatnya. Gerakan mereka semakin liar. Derit dipan
kayu pun kudengar semakin keras. Lalu keduanya merintih panjang. Tubuh keduanya
yang menyatu mengejat-ngejat. Kepala keduanya seolah-olah terhantam sesuatu
hingga mendongak ke atas. Lalu tubuh Pakdhe ambruk dan menindih Mbak Ningsih
yang ambruk tengkurap di kasur. Aku pun merasa ada sesuatu yang meledakdi bawah
perutku. Tubuhku seperti melayang dan akhirnya aku merasa lemas. Aku yang takut
ketahuan melihat perbuatan keduanya segera berjingkat-jingkat dan keluar rumah
pergi ke rumah Rina sahabat paling eratku di kelas. Aku baru pulang setelah jam
13.30 saat aku biasa pulang. Sampai di rumah aku pura-pura bersikap seperti
biasa. Aku bersikap seolah-olah tidak mengetahui perbuatan Mbak Ningsih dan
Pakdhe tadi pagi. Selama beberapa hari itu pikiranku selalu terganggu dengan
bayangan apa yang dilakukan Mbak Ningsih dengan Pakdheku di kamarku ini.
[Kegadisanku Direnggut Pakdhe] Aku sudah mulai dapat melupakan kejadian yang
kulihat antara Mbak Ningsih dengan Pakdheku karena kesibukanku mempersiapkan
EBTA. Begitu EBTA selesai aku mendapatkan liburan sambil menunggu pengumuman.
Saat itu waktuku lebih banyak kuluangkan di rumah membersihkan rumah dan
menyetrika serta membantu Mbak Ningsih memasak. Suatu hari, aku harus berada
sendirian di rumah dengan Pakdhe. Mbak Ningsih mengikuti acara darma wisata ke
Selecta yang diadakan sekolahnya sebagai acara perpisahan. Mbak Ningsih sudah
berangkat saat pagi-pagi buta. Aku yang sedang libur harus menggantikan Mbak
Ningsih menyiapkan sarapan buat Pakdhe. Setelah membuat minuman teh untukku dan
satu cangkir khusus untuk Pakdhe aku segera menyapu halaman. Aku menyempatkan
diri meminum tehku sebelum pergi ke kamar mandi. Teh yang kuminum rasanya agak
lain, tapi aku tidak begitu curiga. Saat mandi itulah aku merasa ada yang agak
aneh dengan tubuhku. Tubuhku terasa panas dan jantungku berdebar-debar. Rasa
aneh menyergapku. Vaginaku terasa berdenyut-denyut dan ada rasa aneh menyerbu
diriku. Tubuhku terasa gerah sekali. Kusiram seluruh tubuhku dengan air dingin
agar rasa gerahku hilang. Apa yang kulakukan ternyata cukup menolong. Tubuhku
merasa segar sekali. Lalu kigosok seluruh tubuhku dengan sabun. Rasa aneh itu
kembali menyerang diriku, apalagi saat aku menyabuni daerah selangkanganku yang
baru mulai ditumbuhi rambut satu-satu. Aku merasa ada dorongan birahi yang
begitu kencang. Aku tidak tahu mengapa ini terjadi. Tiba-tiba anganku melayang
pada apa yang kulihat beberapa hari yang lalu saat Mbak Ningsih dan Pakdhe
Marto bergumul di kamarku. Cepat-cepat kubuang pikiran itu jauh-jauh dan segera
menyelesaikan acara mandi pagiku. Hanya dengan tubuh terbalut handuk, aku lari
masuk kamarku. Aku selalu berganti pakaian di kamarku sambil mematut-matut
diriku di depan cermin sambil mengamati seluruh tubuhku yang mulai berubah.
Bulu-bulu kemaluan sudah mulai tumbuh di gundukan bukit kemaluanku. Dadaku yang
dulu rata kini mulai tumbuh dengan puting yang sebesar kacang kedelai dengan
warna merah muda. Pinggulku mulai tumbuh membesar. Kata orang aku seksi dan
menarik. Apalagi tinggi badanku sudah mencapai 160 cm. Aku sendiri selalu betah
berlama-lama di depan cermin dengan melenggak-lenggokkan tubuhku memandang dari
segala sisi dan mengagumi tubuhku. Aku sangat bangga dengan tubuhku. Baru saja
aku mengunci pintu kamarku aku dikejutkan dengan pelukan tangan yang kokoh menyergapku.
Aku tidak sempat menjerit karena tiba-tiba sosok yang memelukku langsung
membekap mulutku dengan tangannya yang kokoh. Belum hilang terkejutku, handuk
yang melilit tubuhku ditarik seseorang dan jatuh teronggok ke lantai. Aku
benar-benar bugil tanpa sehelai kainpun menutupi tubuhku. Kembali rasa aneh
yang menyerangku semakin menggelora. Ada dorongan hasrat yang menggebu-gebu
dalam diriku. Aku tak mampu meronta dan menjerit! Tangan yang kokoh dan berbulu
tetap membekap mulutku sementara tangan satu lagi memeluk tubuh telanjangku.
Mataku semakin nanar menerima perlakuan seperti itu. Apalagi kurasakan sentuhan
kulit tubuh telanjang menempel hangat di punggungku. Pantatku yang telanjang
terasa menekan suatu benda panjang melingkar dan keras di balik kain tipis. Aku
semakin tak mampu menahan gejolak liar yang mulai bangkit dalam diriku saat
sapuan-sapuan lidah panas mulai menyerbu tengkukku. Aku menggelinjang kegelian
dan melenguh. Lidah itu semakin liar bergerak menyusuri leherku.. pundakku..
Lalu turun ke bawah ke sepanjang tulang punggungku. Aku semakin menggelinjang.
Lidah itu terus merayap ke bawah dan pinggangku mulai dijilati. Kakiku serasa
lemah tak bertenaga. Aku hanya pasrah saat tubuhku didorong ke tempat tidurku
dan dijatuhkan hingga aku tengkurap di tempat tidurku. Tubuhku lalu ditindih
oleh sesosok tubuh yang sangat berat. Kakiku mulai memberontak liar karena
geli. Apalagi lidah itu dengan rakus mulai menjilati pinggulku. Pantatku
terangkat saat mulut berkumis itu mulai menggigiti buah pantatku dengan gemas.
Pantatku terangkat-angkat liar saat lidah panas itu mulai menyusup ke dalam
celah-celah bongkahan pantatku dan mulai menjilati lubang anusku. Aku
benar-benar seperti terbang mengawang. Aku belum tahu siapa yang memelukku dari
belakang dan menggerayangi seluruh tubuhku. Aku hanya bisa merasakan dengusan
napas panas yang menghembus di bongkahan pantatku saat lidah itu mulai
menjilati lubang anusku. Aku tercekik kaget saat tubuhku dibalik hingga
telentang telanjang bulat di kasurku. Ternyata orang yang sedari tadi
menggumuliku adalah Pakdhe Mitro, orang yang selama ini kuanggap sebagai
pengganti orang tuaku. Aku tak tak mampu berteriak karena mulutku langsung
dibekap dengan bibirnya. Lidahku didorong dorong dan digelitik. Aku terangsang
hebat. Apalagi sejak minum teh tadi tubuhku terasa agak aneh. Seolah-olah ada
dorongan menghentak-hentak yang menuntut pemenuhan. Tubuhku menggelinjang saat
tangan kekar dan agak kasar mulai meraba dan meremas kedua payudaraku yang baru
mulai tumbuh. Lalu kedua kakiku dipentangkan oleh Pakdhe Mitro lebar-lebar,
lalu Pakdhe menindih tubuhku yang sudah telanjang bulat di antara kedua pahaku
yang terkangkang. Aku merasa ada benda keras seperti tongkat yang menekan ketat
ke bukit kemaluanku di balik kain sarung yang dikenakan Pakdhe. Mulut dan lidah
Pakdhe tak henti-hentinya menjilat dan melumat setiap jengkal bagian tubuhku.
Dari mulutku, bibir Pakdhe bergeser menjilati seluruh batang leherku, kemudian
turun ke dua belah payudaraku. Tubuhku semakin menggerinjal saat lidah dan
mulut Pakdhe dengan rakusnya melumat kedua puting payudaraku yang baru sebesar
kacang kedelai. Disedotnya payudaraku hingga hampir seluruhnya masuk ke dalam
mulut Pakdhe Mitro. Aku sangat terangsang dan sudah tidak mampu berpikir
jernih. Ada sesuatu yang mulai menggelora dan mendesak-desak di perut bagian
bawahku. Lidah Pakdhe terus merayap semakin ke bawah. Perutku menjadi sasaran
jilatan lidahnya. Tubuhku semakin menggelinjang hebat. Akal sehatku sudah
benar-benar hilang. Kobaran napsu sudah menjeratku. Pantatku terangkat tanpa
dapat kucegah saat lidah Pakdhe terus merayap dan menjliati gundukan bukit
kemaluan di selangkanganku yang mulai ditumbuhi rambut-rambut halus. Aku merasa
kegelian yang amat sangat menggelitik selangkanganku. Tubuhku serasa mengawang
di antara tempat kosong saat lidah Pakdhe mulai menyelusup ke dalam bukit
kemaluanku dan menggelitik kelentitku. Lubang kemaluanku semakin
berdenyut-denyut tergesek gesek lidahnya yang panas. Aku hanya mampu menggigit
bibirku sendiri menahan rasa geli yang menggelitik selangkanganku. Tubuhku
semakin melayang dan seperti terkena aliran listrik yang maha dahsyat. Aku tak
mampu lagi menahan gelora napsu yang semakin mendesak di dalam perutku.
Pantatku terangkat seperti menyongsong wajah Pakdhe yang menekan bukit
kemaluanku. Lalu tubuhku seperti terhempas ke tempat kosong. Aku merasakan ada
sesuatu yang meledak di dalam perut bagian bawahku. Tubuhku menggelepar dan
tanpa sadar kujepit kepala Pakdhe dengan kedua kakiku untuk menekannya lebih
ketat menempel selangkanganku. Belum sempat aku mengatur napas tiba-tiba
mulutku sudah disodori batang kemaluan Pakdhe Mitro yang tanpa kutahu sejak
kapan sudah melepas sarungnya dan sudah telanjang bulat mengangkangi wajahku.
Batang kemaluannya yang besar, hitam panjang dan tampak mengkilat mengacung di
depan wajahku seperti hendak menggebukku kalau aku menolak menciuminya. Dengan
rasa jijik aku terpaksa menjulurkan lidahku dan mulai menjilati ujung topi
bajanya yang mengkilat. Aku hampir muntah saat lidahku menyentuh cairan lendir
yang sedikit keluar dari lubang kemaluan Pakdhe. Namun jepitan kedua paha
Pakdhe di sisi wajahku tidak memberiku kesempatan lain. Aku hanya mampu pasrah
dengan tetap menjilati batang kemaluan Pakdhe. Lalu dengan paksa Pakdhe membuka
mulutku dan menjejalkan batang kemaluannya ke dalam mulutku. Aku menjadi
gelagapan karena susah bernapas. Batang kemaluannya yang besar memenuhi mulutku
yang masih kecil. Kudengar Pakdhe menggumam tanpa jelas apa yang diucapkannya.
Pantatnya digerak-gerakannya hingga batang kemaluannya yang masuk ke dalam
mulutku mulai bergerak keluar masuk di dalam mulutku. Aku hampir tersedak saat
ujung kemaluan Pakdhe menyentuh-nyentuh kerongkonganku. Aku hanya mampu melotot
karena hampir tersedak. Tanpa sadar kedua tanganku mencengkeram pantat Pakdhe
Mitro. Setelah puas "mengerjai" mulutku dengan batang kemaluannya,
Pakdhe menggeser tubuhnya dan menindihku lagi dengan posisi sejajar. Kedua
pahaku dikuaknya dan dengan tangannya, dicucukannya batang kemaluannya ke arah
bukit kemaluanku. Aku merasa geli saat ujung kemaluan Pakdhe mulai
menggesek-gesek pintu lubang kemaluanku yang sudah basah. Dari rasa geli
dan nikmat, tiba-tiba aku merasa perih di selangkanganku saat Pakdhe mulai
menurunkan pantatnya sehingga batang kemaluannya mulai menerobos ke dalam
lubang kemaluanku yang masih perawan. Aku merintih kesakitan dan air mataku
mulai mengalir. Aku tersadar akan bahaya! Namun terlambat. Pakdhe yang sudah
sangat bernafsu sudah tidak mungkin mau berhenti. Ia hanya sejenak menghentikan
gerakannya. Ia merayuku dan mengatakan kalau sakitku hanya sebentar dan
berganti rasa nikmat yang tidak terkira. Pakdhe menarik pantatnya ke atas
hingga batang kemaluannya yang terjepit di dalam lubang kemaluanku tertarik
keluar. Gesekan batang kemaluannya yang besar di dalam dinding lubang
kemaluanku menimbulkan rasa nikmat seperti apa yang dikatakannya. Aku mulai
dapat menikmati rasa nikmat itu. Ini mungkin karena pengaruh teh yang kuminum
sehingga aku benar-benar belum sadar akan bahaya yang kuhadapi. Yang kuinginkan
hanya satu yaitu menuntaskan gejolak yang meledak-ledak dalam diriku. Aku
kembali merintih kesakitan saat Pakdhe mulai menekan pantatnya lagi yang
membuat batang kemaluannya menerobos lebih dalam ke dalam lubang kemaluanku.
Lagi-lagi Pakdhe membisikiku kalau rasa sakit itu akan hilang dengan
sendirinya. Ia menarik lagi pantatnya. Benar.. Rasa sakit itu berganti nikmat
saat batang kemaluannya ditarik keluar hingga hanya ujung kepalanya saja yang
masih terjepit dalam lubang kemaluanku. Lubang kemaluanku yang sudah sangat
licin sangat membantu pergerakan batang kemaluan Pakdhe dalam jepitan lubang
kemaluanku. Detik-detik berlalu dan sedikit-demi sedikit batang kemaluan Pakdhe
meneronos semakin dalam ke dalam lubang kemaluanku. Pakdhe terus menarik dan
mendorong pantatnya dengan pelan dan teratur. Hingga suatu saat aku menggigit
bibirku keras-keras saat selangkanganku terasa perih sekali. Selangkanganku
terasa robek saat Pakdhe menekan pantatnya hingga batang kemaluannya hampir
masuk separuh ke dalam lubang kemaluanku. Aku sempat menjerit menahan sakit
yang amat sangat di selangkanganku. Pakdhe segera menghentikan gerakannya dan
memberiku kesempatan untuk bernapas. Aku merasa lega saat Pakdhe menghentikan
gerakannya. Kini aku dapat merasakan lubang kemaluanku seperti terganjal benda
keras dan hangat. Benda itu berdenyut-denyut dalam jepitan lubang kemaluanku.
Kembali rasa sakit yang tadi menyentakku berangsur mulai hilang tergantikan
rasa nikmat saat batang kemaluan Pakdhe yang semakin lancar mulai bergerak lagi
keluar masuk dalam jepitan lubang kemaluanku. Rasa nikmat terus meningkat
sehingga tanpa sadar aku menggoyangkan pantatku untuk segera meraih kenikmatan
yang lebih banyak lagi. Aku seperti gila. Rasa sakit itu sudah benar-benar
hilang tergantikan rasa nikmat yang benar-benar memabukkan. Pakdhe semakin
bersemangat mengayunkan pantatnya menghunjamkan batang kemaluannya. Empat kali
mendorong lalu didiamkan dan diputar kemudian ditarik lagi. Tanpa sadar
pantatku terangkat saat Pakdhe menarik pantatnya. Berkali-kali Pakdhe mengulang
gerakannya hingga perutku terasa kejang. Tubuhku mulai melayang. Tanganku
semakin kuat mencengkeram punggung Pakdhe untuk mencoba menahan kenikmatan yang
mulai menerjangku. Pakdhe semakin kuat mengayunkan pantatnya diiringi geramannya
yang kudengar bergemuruh di telingaku. Mataku semakin membeliak menahan desakan
yang kian dahsyat di perut bagian bawahku. Aku hampir menjerit saat ada sesuatu
yang kurasa pecah di dalam sana. Namun bibir Pakdhe yang tiba-tiba melumat
bibirku menghentikan teriakanku. Pakdhe melumat dengan rakus kedua belah
bibirku. Aku merasa tubuhku seolah-olah terhempas di awan. Tubuhku
mengejat-ngejat saat aku mencapai puncak pendakian yang melelahkan. Pakdhe yang
bibirnya masih melumat bibirku pun mulai berkelojotan di atas perutku. Lalu ia
menggeram dengan dahsyat.. Dan akhirnya kurasakan ada semburan cairan hangat
yang memancar dari batang kemaluan Pakdhe yang terjepit dalam lubang
kemaluanku. Batang kemaluannya berkedut-kedut dalam jepitan lubang kemaluanku.
Tubuh Pakdhe masih bergerak dengan liar selama beberapa saat lalu ambruk
menindihku. Napas ku hanya tinggal satu-satu. Napas Pakdhe pun kudengar
menggemuruh di telingaku. Air mataku mengalir saat kusadari segalanya telah
terlambat bagiku. Kegadisanku telah terenggut oleh Pakdhe. Orang yang selama
ini kuanggap sebagai pengganti ayahku. Lalu dengan lembut Pakdhe mengusap air
mataku dan berjanji akan menyayangiku sepanjang sisa hidupnya. Aku menjadi agak
terhibur dengan perkataannya. ________________________________________
________________________________________ Sejak kegadisanku hilang, aku menjadi
pendiam. Keceriaan yang selama ini menjadi ciri khasku seolah-olah hilang
sirna. Aku menjadi sangat berubah. Selangkanganku masih terasa sakit hingga
beberapa hari setelah kejadian itu. Mbak Ningsih yang selama ini sangat
memperhatikanku sangat heran melihat perubahan yang terjadi pada diriku.
Akhirnya aku mengaku terus terang kepada Mbak Ningsih tentang kejadian yang
menimpaku. Ia hanya menghela napas merasa prihatin akan musibah yang kualami.
Kira-kira satu bulan sejak aku dinodai Pakdheku, Mbak Ningsih minta pamit
kepadaku dan juga Pakdheku. Mbak Ningsih setelah lulus SMK diterima bekerja di
sebuah perusahaan swasta di daerah Malang dan pindah ke Malang. Sehingga sejak
saat itu aku yang baru masuk SMU harus tinggal berdua saja dengan Pakdhe. Suatu
hari, kira-kira seminggu sejak kepergian Mbak Ningsih, saat itu aku sedang
mencuci pakaianku dan pakaian Pakdhe. Hari itu sekolahku libur karena tanggal
merah jadi aku bersih-bersih rumah. Pakdhe seperti biasanya merapikan tanaman
di halaman depan yang sudah mulai tumbuh tidak teratur. Setelah kuselesaikan
cucianku dan kujemur, aku berniat mandi. Baru saja mau menutup pintu kamar
mandi, tiba-tiba tangan Pakdhe mengganjal pintu kamar mandi dan menyerobot
masuk. Aku tidak sempat berteriak karena tiba-tiba Pakdhe sudah memelukku.
Tubuhnya yang hanya tertutup celana kolor dan sudah basah penuh keringat
memelukku erat-erat. Aku tidak berani berteriak karena diancam kalau tidak mau
melayani nafsunya aku akan diusir dari rumah itu dan tidak dibiayai sekolahku.
Aku merasa takut sekali dengan ancamannya hingga dengan air mata yang kutahan
aku pasrah akan apa yang dilakukan Pakdhe padaku. Tangan Pakdhe dengan cekatan
melucuti dasterku, bra-ku lalu celana dalamku hingga aku benar-benar bugil.
Tanpa membuang waktu Pakdhe segera melepas kolornya dan telanjang bulat. Batang
kemaluannya yang berwarna hitam kecoklatan masih mengkerut dan menggantung
lunglai. Kemudian Pakdhe duduk di tepi bak mandi keramik dengan kaki yang
terbuka. Ditariknya tubuh telanjangku ke dalam pelukannya dan dilumatnya
bibirku dengan rakusnya. Mulutku masih tertutup saat lidah Pakdhe mulai mencoba
menerobos masuk ke dalam mulutku. Karena tidak tahan dengan sapuan-sapuan
lidahnya yang mendesak-desak bibirku, akhirnya bibirku pun terbuka. Pakdhe
segera menyusupkan lidahnya ke dalam mulutku dan mendorong-dorong lidahku.
Mula-mula aku diam saja, namun lama-kelamaan aku jadi terangsang juga. Apalagi
batang kemaluan Pakdhe yang tadinya mengkerut perlahan-lahan mulai mengembang
dan mengganjal perutku. Aku mulai bereaksi. Lidahku tanpa sadar membalas
dorongan lidah Pakdhe. Tubuhku mulai menggerinjal dalam pelukan Pakdhe saat
tangan Pakdhe mulai menggerayangi buah pantatku. Tangan Pakdhe dengan gemas
meremas dan memijat buah pantatku lalu ditariknya tubuhku hingga semakin ketat
lengket dalam pelukannya. Setelah puas memainkan lidahnya dalam mulutku, tangan
Pakdhe menekan kepalaku hingga aku disuruhnya berlutut di depan selangkangannya.
Batang kemaluannya yang sudah keras nampak mengacung tegak di depan wajahku.
Ditariknya wajahku ke selangkangannya dan disuruhnya mulutku menciumi batang
kemaluannya itu. Dengan agak risi aku terpaksa membuka mulutku dan mulai
menciumi batang kemaluannya yang sudah mengeluarkan sedikit cairan. Kepalaku
didorong maju mundur oleh tangan Pakdhe yang mencengkeram rambutku hingga
batang kemaluannya mulai bergeser keluar masuk dalam mulutku. Kerongkonganku
tersodok-sodok ujung kepala kemaluan Pakdhe yang keluar masuk dalam mulutku.
Kudengar napas Pakdhe mulai menggebu. Batang kemaluannya semakin mengeras dalam
kuluman mulutku. Mungkin karena tak tahan, Pakdhe segera menarik tubuhku agar
berdiri lalu mendudukanku di sisi bak mandi. Mulutnya segera mencecar
payudaraku kanan dan kiri silih berganti. Aku menggelinjang hebat manakala
mulut Pakdhe dengan rakusnya mempermainkan kedua puting payudaraku. Tangan
Pakdhe pun tak tinggal diam. Tangannya mulai merayap ke selangkanganku yang
terbuka lebar dan mulai meremas gundukan bukit kemaluanku. Aku sampai
megap-megap mendapat rangsangan seperti itu. Aku semakin tersiksa oleh gejolak
nafsu. Mulut Pakdhe lalu merayap menyusuri perutku dan mulai menjilati gundukan
bukit kemaluanku. Dikuakkanya kedua bibir kemaluanku dengan jari-jarinya lalu
disusupkannya lidahnya ke dalam lubang kemaluanku. Tubuhku yang duduk di sisi
bak mandi hampir saja terjatuh karena menggelinjang saat lidah Pakdhe mulai
menggesek-gesek dinding lubang kemaluanku. Tanpa sadar tanganku mencengkeram rambut
Pakdhe dan menekankan kepalanya agar lebih ketat menekan bukit kemaluanku. Aku
semakin blingsatan menahan rangsangan yang diberikan Pakdhe di selangkanganku.
Tanpa sadar mulutku mendesis-desis dan dudukku bergeser tak karuan. Perutku
mulai mengejang menahan desakan gejolak yang meledak-ledak. Tubuhku terasa
mulai mengawang dan pandangan mataku nanar. Akhirnya dengan diiringi rintihan
panjang aku mencapai orgasmeku. Belum sempat aku mengatur napas tiba-tiba
Pakdhe sudah berdiri di hadapanku. Batang kemaluannya yang keras dicocokkan ke
bibir kemaluanku dan digesek-gesekkannya ujung kepala kemaluannya ke bibir
kemaluanku yang sudah basah dan licin. Aku menggelinjang lagi saat benda hangat
itu mulai menerobos masuk ke dalam bibir kemaluanku. Bibir Pakdhe Mitro dengan
rakusnya mulai melumat bibirku sambil mendorong pantatnya hingga batang
kemaluannya semakin melesak ke dalam jepitan bibir kemaluanku. Aku masih duduk
di bibir bak mandi sementara Pakdhe Mitro menggenjot lubang kemaluanku sambil
berdiri. Mungkin karena kesulitan bergerak, dicabutnya batang kemaluannya dari
jepitan bibir kemaluanku. Tubuhku lalu diturunkan dari bibir bak mandi dan
dibaliknya hingga aku berdiri dengan tangan bertumpu bak mandi. Lalu Pakdhe
menempatkan diri di belakangku dan mulai mencoba memasukan batang kemaluannya
ke dalam bibir kemaluanku dari celah bongkahan pantatku. Punggungku didorong
Pakdhe agar sedikit membungkuk hingga setengah menungging. Dipentangkanya kedua
kakiku lebar-lebar lalu dicucukannya batang kemaluannya ke gundukan bukit
kemaluanku. Setelah arahnya tepat, Pakdhe mulai mendorong pantatnya hingga
kembali batang kemaluannya menerobos masuk dalam jepitan bibir kemaluanku.
Kembali aku mulai merasa ada suatu benda hangat menyeruak ke dalam lubang
kemaluanku. Dinding-dinding lubang kemaluanka serasa dikilik-kilik. Batang
kemaluan Pakdhe yang terjepit ketat dalam lubang kemaluanku berdenyut-denyut.
Pakdhe yang napasnya mulai memburu semakin kuat mengayunkan pantatnya maju
mundur hingga gesekan batang kemaluannya pada dinding lubang kemaluanku semakin
cepat. Pinggulku yang dipegang Pakdhe terasa agak sakit karena jari-jari Pakdhe
mulai mencengkeram. Pinggulku ditarik dan didorong oleh tangan kuat Pakdhe
seiring dengan ayunan pantatnya. Tubuhku mulai terhentak dan aku mulai limbung.
Kembali aku merasa melayang karena desakan gejolak yang meledak-ledak. Pakdhe
semakin kuat mengayunkan pantatnya dan napasnya semakin menderu. Pantatku yang
ditarik dan didorong Pakdhe maju mundur semakin cepat bergerak. Cengkeraman
jari-jari Pakdhe semakin terasa di pinggulku. Gerakan ayunan pantat Pakdhe
semakin tak terkendali. Tak lama kemudian aku kembali mencapai orgasmeku.
Pakdhe pun kukira mencapai puncak kenikmatannya karena aku merasa ada semburan
cairan hangat yang menyemprot dari batang kemaluan Pakdhe ke dalam lubang
kemaluanku dengan diiringi geraman yang keluar dari mulut Pakdhe. Pakdhe tetap
membiarkan batang kemaluannya terjepit dalam lubang kemaluanku selama beberapa
saat. Napasnya yang mulai teratur terasa hangat menerpa kulit pipiku. Tulang
kemaluannya menekan kuat di bukit buah pantatku. Aku merasa sedikit geli karena
rambut kemaluan Pakdhe menempel ketat dan menggesek buah pantatku. Batang
kemaluan Pakdhe yang masih keras terasa berdenyut-denyut dalam jepitan lubang
kemaluanku. Setelah menyemprotkan sisa-sisa air maninya batang itu mulai
mengendur dan terlepas dengan sendirinya. Tubuhku sudah terasa lemas tak
bertenaga. Aku hanya memejamkan mata karena lemas dan malu karena untuk kedua
kalinya aku berhasil digagahi Pakdheku sendiri. Aku membiarkan saja saat Pakdhe
memandikanku seperti bayi. Tangannya yang kokoh menyabuni seluruh lekuk
tubuhku. Tubuhku kembali menggerinjal saat tangannya yang kokoh mulai menyabuni
payudaraku yang baru mulai tumbuh. Putingku yang mencuat dipermainkannya dengan
gemas. Tubuhku semakin menggelinjang saat tangannya mulai menyentuh perutku
lalu meluncur turun dan mulai menyabuni gundukan bukit kemaluanku yang baru
mulai ditumbuhi rambut satu-satu. Jari-jarinya menyisir celah sempit di tengah
gundukan bukit kemaluanku dan berlama-lama menyabuni daerah itu. Aku tak berani
memandang Pakdhe saat ia mengangsurkan sabun ke tanganku dan menyuruhku
menyabuninya. Dengan agak kaku tanganku mulai menyabuni punggung Pakdhe yang
kekar. Tanganku bergerak hingga seluruh punggung Pakdhe kugosok merata dengan
sabun. Lalu Pakdhe membalikkan tubuhnya menghadapku. Tangannya mengelus-elus
kedua payudaraku sementara aku disuruhnya menyabuni tubuh bagian depannya.
Tanganku bergerak dari dada terus turun ke arah perut. Napas Pakdhe mulai
memburu saat tanganku yang dilumuri busa sabun mulai menggosok bagian bawah
perutnya. Batang kemaluannya yang tadi kendur sudah mulai mengembang. Tanganku
yang agak ragu dipegang Pakdhe dan diarahkan untuk menyabuni daerah kemaluan
Pakdhe. Rambut kemaluannya sangat lebat tumbuh di pangkal batang kemaluannya
yang mulai berdiri setengah tegak dan mengeras. Lucu sekali kelihatannya
seperti pistol namun "gombyok". Ya!! Kelihatannya seperti pistol
gombyok!! Seperti pistol tapi lebat ditumbuhi rambut atau gombyok!!
________________________________________
________________________________________ Pakdhe yang sudah mulai terangsang
segera menyuruhku menyelesaikan acara saling memandikan. Hanya dengan berbalut
handuk, tubuhku yang masih agak basah ditariknya dari kamar mandi dan diseret
masuk ke kamar Pakdhe. Pakdhe pun hanya mengenakan kolornya yang tadi
dipakainya hingga batang kemaluannya yang sudah setengah keras tampak membusung
di balik kolor seragamnya. Baru saja pintu ditutup, tubuhku sudah langsung disergapnya.
Diloloskannya handuk yang melilit tubuhku hingga aku telanjang bulat. Pakdhe
segera melepas kolornya dan bugil dihadapanku. Mulut Pakdhe segera menyergap
bibirku dan melumatnya dengan rakus. Kedua payudaraku segera menjadi
bulan-bulanan remasan tangannya hingga tubuhku menggelinjang dalam dekapannya.
Tanganku segera dibimbing Pakdhe dan dipegangkannya ke batang kemaluannya yang
sudah semakin mengembang. Bibir Pakdhe yang rakus meulai bergeser turun dari
bibirku ke dagu, lidahnya menjilat-jilat daguku terus turun ke leherku hingga
aku semakin menggelinjang karena kumisnya yang pendek dan kasar menggaruk-garuk
batang leherku. Aku semakin mendesis karena kini bibir Pakdhe sudah mulai
melumat kedua puting payudaraku kanan dan kiri secara bergantian. Tanganku
secara tak sadar bergerak mengurut dan meremas "pistol gombyok"
Pakdhe. Napas Pakdhe pun semakin menderu dan semakin keras menghembus di kedua
payudaraku. Jilatannya semakin liar di seluruh bukit payudaraku tanpa
terlewatkan sejengkalpun. Batang kemaluan Pakdhe yang semakin keras mulai
berdenyut-denyut dalam genggaman tanganku. Sementara tangan Pakdhe mulai
bergerak liar menyusuri penggungku dan turun ke bawah lalu berhenti di kedua
pantatku dan meremas-remas kedua buah pantatku dengan gemasnya. Aku sangat
terangsang. Ya.. Mungkin daerah kelemahanku adalah pada buah pantatku dan pada
kedua puting payudaraku. Tubuhku sudah mulai mengawang dan sudah pasrah
bersandar dalam pelukan Pakdhe. Mengetahui kalau tubuhku sudah tersandar
sepenuhnya dalam pelukannya, Pakdhe segera mendorong tubuhku ke kasurnya hingga
aku berbaring telentang. Ditindihnya tubuh telanjangku oleh tubuh kekar Pakdhe.
Dibentangkannya kedua kakiku lebar-lebar dan aku kembali digumuli Pakdheku.
Lidah Pakdhe kembali menyerbu bibirku lalu bergeser ke leherku. "Pistol
gombyok" Pakdhe yang sudah sangat keras mengganjal di perut bagian
bawahku. Rambut kemaluannya yang gombyok sangat terasa menggesek-gesek perutku
menimbulkan rasa geli. Lidah Pakdhe menjilat-jilat seluruh batang leherku
hingga aku mendesis-desis kegelian. Tubuhku semakin menggelinjang menahan geli
saat lidahnya mulai bergeser turun dan menyapu-nyapu sekeliling bukit
payudaraku di sekitar putingku. Tubuhku semakin menggerinjal saat lidah Pakdhe
yang panas mulai menyapu-nyapu puting payudaraku. Tubuhku serasa semakin
melayang. Lidah Pakdhe terus bergeser ke bawah. Pusarku dijilatnya dengan rakus
lalu lidahnya mulai bergerak turun ke perut bagian bawahku. Otot-otot perutku
terasa seperti ditarik-tarik saat bibir Pakdhe menyedot-nyedot daerah sekitar
perut bagian bawahku di atas pangkal pahaku. Geli sekali rasanya, apalagi
kumisnya yang pendek dan kasar menyeruduk-nyeruduk kulit perutku yang halus.
Pakdhe lalu membalik tubuhnya. Wajahnya menghadap selangkanganku sementara
"pistol gombyok"nya dihadapkan ke wajahku. Diturunkannya pantatnya
hingga batang kemaluannya menempel bibirku. Dibimbingnya "pistol
gombyok"nya ke mulutku. Aku tahu aku harus membuka mulutku menyambut
"pistol gombyok" Pakdhe yang dijejalkan ke dalam mulutku. Dengan terpaksa
aku mulai mengulum "pistol gombyok" Pakdhe dan menjilati seluruh
ujung topi bajanya yang mengkilat. Tubuhku terhentak saat mulut Pakdhe mulai
melumat bibir kemaluanku. Kedua tangannya menarik kedua bibir lubang kemaluanku
dan membukanya lebar-lebar lalu lidahnya yang panas didorong keluar masuk
kedalam lubang kemaluanku. Aku semakin mendesis-desis menahan nikmat. Napas
Pakdhe yang semakin menggebu sangat terasa meniup-niup lubang kemaluanku yang
terbuka lebar. Tanpa sadar pantatku terangkat ke atas seolah menyambut dorongan
lidah Pakdhe yang menggesek-gesek kelentitku. Gerakan lidahnya yang liar seolah
membuatku semakin gila. Tanpa dapat kucegah lagi, mulutku merintih dan mendesis
menahan gejolak kenikmatan yang meledak-ledak. Batang kemaluan Pakdhe yang
menyumpal mulutku tak mampu menahan desisan yang keluar dari mulutku. Mataku
kembali nanar. Perutku terasa kejang.. Dorongan gejolak liar yang mendesak di
perut bagian bawahku sudah hampir tak dapat kutahan lagi. Lalu dengan diiringi
rintihan panjang tubuhku menggelepar dan berkelojotan seperti ayam disembelih.
Tubuhku lalu melayang dan terhempas di tempat kosong. Akhirnya tubuhku terdiam
beberapa saat. Aku telah mencapai orgasme yang ke sekian di pagi itu. Tubuhku
terasa lemas tak bertenaga. Aku hanya pasrah saat Pakdhe yang telah mencabut
batang kemaluannya dari kuluman mulutku bangkit dan duduk di sisi pembaringan
mengangkat tubuhku dan mendudukanku di pangkuannya. Tubuhku dihadapkannya ke
dirinya dan kakiku dipentangkannya hingga aku terduduk mengangkang
dipangkuannya dengan saling berhadapan. Kemudian tangan Pakdhe mengarahkan
batang kemaluannya ke celah bukit kemaluan di selangkanganku. Bless!! Aku
terhenyak saat pantatku diturunkan dan ada suatu benda keras dan hangat
mengganjal di lubang kemaluanku. Nikmat sekali rasanya. Seluruh dinding lubang
kemaluanku terasa berdenyut-denyut. Kelentitiku yang sudah membengkak tergesek
nikmat pada pangkal batang kemaluan Pakdhe. Lain sekali rasanya bersetubuh
dengan posisi begini. Aku merasa sangat terangsang! Kelentitku serasa tergesek
penuh pada batang kemaluan Pakdhe. Dengan dibantu kedua tangan Pakdhe yang
menyangga kedua buah pantatku tubuhku bergerak naik turun di pangkuan Pakdhe.
Payudaraku yang baru tumbuh bergetar bergoyang-goyang seiring dengan naik turunnya
tubuhku di pangkuan Pakdhe. Batang kemaluan Pakdhe yang menancap ketat dalam
jepitan lubang kemaluanku terasa menggesek nikmat seluruh dinding lubang
kemaluanku yang terus berdenyut-denyut meremas apa saja yang menyumpalnya.
Tubuhku terasa menggigil bergetar saat mulut Pakdhe tak tinggal diam. Mulut
Pakdhe dengan rakusnya melumat kedua puting payudaraku bergantian. Mulutnya
menyedot buah dadaku sepenuhnya. Gerakanku menjadi kian liar. Desakan gejolak
birahi semakin mendesak. Aku mempercepat gerakanku naik turun dengan diselingi
sedikit memutar saat seluruh batang kemaluan Pakdhe masuk hingga ke pangkalnya
ke dalam jepitan lubang kemaluanku. Karena tak tahan lagi tanpa sadar kudorong
tubuh Pakdhe hingga terbaring telentang di kasur dengan kedua kaki menjuntai ke
lantai. Tubuhku yang tadi di pangku Pakdhe menjadi duduk seperti seorang joki
yang sedang naik kuda balap berpacu dalam birahi dengan menduduki Pakdhe yang
berbaring telentang. Gerakanku kian bebas. Dengan tangan bertumpu pada dada
Pakdhe yang bidang aku terus menggerakan pantatku memutar dan maju mundur.
Kelentitiku kian ketat tergesek batang kemaluan Pakdhe. Tanga Pakdhe yang
memegang kedua pantatku semakin ketat mencengkeram dan membantu mempercepat
gerakanku. Aku merasa tubuhku kembali mulai mengawang. Gerakanku kian tak
terkendali. Mataku mulai membeliak dan mulutku menceracau tak karuan. Puncak
pendakian kian dekat.. Kian dekat.. Dan akhirnya dengan merintih panjang
tubuhku berkejat-kejat seperti sedang terkena aliran listrik. Lubang kemaluanku
berdenyut-denyut saat ada sesuatu yang pecah di dalam sana.. Tubuhku
berkejat-kejat beberapa saat lalu ambruk di atas perut Pakdhe. Aku benar-benar
tak bertenaga. Ya akibat pistol gombyok Pakdhe aku mencapai orgasme yang
kesekian kalinya. Luar biasa Pakdhe ku ini. Walaupun sudah tua namun mampu
membuat aku yang masih ABG begini bertekuk lutut. Pakdhe yang rupanya belum
mencapai orgasme segera membalikkan tubuhku dengan tanpa melepaskan batang
kemaluannya yang masih menancap dalam jepitan lubang kemaluanku. Sekarang
tubuhku yang telentang gantian digenjot Pakdhe. Aku yang sudah tak bertenaga
hanya pasrah. Pakdhe dengan semangat juang terus menggenjot selangkanganku
dengan tusukan-tusukan batang kemaluannya. Pistol gombyoknya tanpa ampun
menghajar lubang kemaluanku. Perlahan-lahan napsuku mulai bangkit lagi menerima
tusukan-tusukan pistol gombyok Pakdhe. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada
aku berusaha menyambut setiap tusukan pistol gombyok dengan menggoyangkan
pantatku ke kanan dan kiri. Napas Pakdhe semakin memburu dan terdengar
menggemuruh menghembus ke payudaraku yang dilumat bibir rakus Pakdhe. Genjotan
Pakdhe semakin kuat dan bertubi-tubi. Desakan gejolak yang mendesak dalam
tubuhku semakin menguat. Aku sudah hampir tak kuat lagi menahan desakan itu.
Tubuhku kembali mengejang. Pantatku terangkat dan dengan merintih panjang aku
mencapai puncak pendakian yang sangat melelahkan. Tubuhku terhempas di tempat
kosong dan pandangan mataku makin nanar. Aku merasa betapa di saat-saat itu
tubuh Pakdhe yang menindih perutku mulai bergetar. Mulutnya menggeram dahsyat
dan pantatnya menekan kuat-kuat menghunjamkan pistol gombyoknya ke dalam
jepitan lubang kemaluanku. Tubuh Pakdhe berkejat-kejat lalu aku merasa ada
semprotan cairan hangat menyiram di dalam lubang kemaluanku. Ada rasa berdesir
menyergapku saat semprotan itu menyembur ke liang rahimku. Tubuh Pakdhe
tersentak-sentak lalu ambruk di atas perutku. Sungguh melelahkan pergumulan di
pagi itu. Akhirnya aku tertidur karena terlalu lelah. Pagi itu Pakdhe benar-benar
melampiaskan seluruh hasratnya pada tubuhku. Dari pagi hingga malam aku tidak
dibiarkannya mengenakan pakaian utuh. Aku disetubuhi berkali-kali hari itu
hingga selangkanganku terasa ngilu karena digenjot Pakdhe. Sejak kepergian Mbak
Ningsih aku menjadi pelampiasan napsu Pakdhe. Minimal satu kali dalam satu
minggu Pakdhe pasti minta jatah dariku. Selama tiga tahun aku menjadi budak
napsu pistol gombyok Pakdhe hingga aku lulus SMU. Tiga tahun aku harus
menjalani kehidupan sebagai sasaran tembak "pistol gombyok" Pakdhe.
Ternyata hal seperti itu dialami juga oleh Mbak Ningsih. Dia bercerita kalau
dulu pertama kali diperawani Pakdhe dirinya tidak sadar. Untuk selanjutnya ia
juga diancam tidak akan dibiayai sekolah dan diusir kalau tidak mau memenuhi
keinginan Pakdhe. Lalu setelah aku lulus, atas kebaikan Mbak Ningsih aku kuliah
di salah satu PTS di kota Solo. Untuk menambah biaya karena tidak ingin terlalu
memberatkan Mbak Ningsih aku terjun ke dunia pelacuran. Ya.. Akhirnya aku
menjadi pelacur untuk membiayai kuliahku. Aku berjanji akan berhenti dari dunia
ini setelah aku mempunyai cukup bekal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar